Senin, 03 Desember 2018

PENGARUH LITERASI NUMERASI TERHADAP PERUBAHAN KARAKTER SISWA



PENGARUH LITERASI NUMERASI
TERHADAP PERUBAHAN KARAKTER SISWA

Haerudin
(Dosen Pendidikan Matematika Universitas Singaperbangsa Karawang)


Abstrak. Literasi numerasi satu diantara cara bagaimana menjadikan matematika itu mudah dan sekaligus memberikan agar siswa mampu berkolaboratif, berpikir kritis dan kreatif, mampu berkomunikatif dengan baik, berkarakter serta mampu menghadapi tantangan dunia yang semakin global dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologinya. Memiliki kemampuan literasi numerasi akan berdampak pada pola dan kebiasaan berpikir yang baik yang senantiasa mengaitkan suatu bilangan atau perhitungan-perhitungan tertentu dengan permasalahan yang ada. Sehingga permasalah menjadi lebih mudah dan sederhana. Kebiasaan berpikir seperti ini akan berdampak juga pada perubahan karakter berpikir seseorang yang selalu kecenderungannya positif terhadap situasi dan permasalahan yang ada, sehingga berimbas pula padaperubahan  karakter berupa sikap dan kebiasaan yang baik dalam menyikapi kehidupannya.

Kata kunci: Literasi numerasi, kemampuan berpikir kreatif dan kritis, dan karakter.
1.    Pendahuluan
Sejarah peradaban umat manusia menunjukkan bahwa bangsa yang maju tidak dibangun hanya dengan mengandalkan kekayaan alam yang melimpah dan jumlah penduduk yang banyak. Bangsa yang besar ditandai dengan masyarakat yang literat, yang memiliki peradaban tinggi, dan aktif memajukan masyarakat dunia. Keberliterasian dalam konteks ini bakan hanya masalah bagaimana bangsa bebas dari buta aksara, melainkan juga yang lebih penting, bagaimana warga bangsa memiliki kecakapan hidup agar mampu bersaing dan bersanding dengan bangsa lain untuk menciptakan kesejahteraan dunia. Dengan kata lain, bangsa dengan budaya litersai tinggi menunjukkan kemampuan bangsa tersebut berkolaborasi, berpikir kritis, kreatif, komunikatif, sehingga dapat memenangi persaingan global [1].

Budaya literasi harus mampu dikembangkan dengan baik, apalagi kita hidup di dunia yang canggih serba modern. Budaya literasi ini dapat dikembangkan melalui pendidikan yang terintegrasi, bisa dari keluarga, sekolah, dan juga masyarakat. Enam literasi yang disepakati berdasarkan Kesepakatan Wordl Economic Forum pada Tahun 2015 terdiri atas literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya dan kewargaan. Dalam pembelajaran matematika maka yang akan dikembangkan adalah literasi numerisasi.

Lierasi numerasi perlu dikembangkan dengan baik karena memiliki pengaruh yang baik bagi perkembangan dan kemampuan seseorang dalam berpikir sehingga kebiasaan ini akan menjadi keterampilan yang baik dalam menyelesaikan persoalan hidupnya. Kebiasaan berpikir positif adalah karakter yang dihasilkan dari keterampilan literasi numersi. Namun, kenyataan yang terjadi sangat sulit untuk dikembangkan perlu sentuhan-sentuhan yang pas dan menarik agar siswa mampu mengembangkan kemampuan litersi numersi dengan baik.

Persoalan karakter, sampai detik ini di Indonesia masih merupakan kajian yang menarik karena salah satu dari pengembangan Kurikulum 2013 yang diterapkan agar menghasilkan lulusan yang bukan hanya mampu mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, maupun psikomotoriknya, akan tetapi perluasan pengembangan dari kemampuan ketigaanya menjadi karakter yang baik. Karakter dapat dibentuk dari perbuatan-perbuatan positif yang salah satunya dapat melalui pelaksanaan dan pengembangan mengamalkan budaya litersi numerasi.


2.  Hasil dan Pembahasan

Pengertian Literasi Numerasi

Literasi berasal dari kata literacy dan dari bahasa Latin littera (huruf) yang  pengertiannya melibatkan terhadap penguasaan sistem-sistem tulisan dan konvensi-konvensi yang menyertainya. Literasi merupakan upaya mengungkapkan makna yang terdapat dalam gambaran desian makna yang telah ada dan upaya menghasilkan makna dengan jalan menambah sesuatu sebagai hasil pemikiran kita sendiri pada desain yang telah ada tersebut sehingga desain transformatif yang dihasilkan mampu memberikan kontribusi terhadap dunia [16}.

Literasi matematis menurut draff assassment framework PISSA (OECD, 2012) adalah kemampuan seseorang untuk merumuskan, menetapkan, dan menafsirkan matermatika dalam berbagai konteks, termasuk penerapan kempuan penalaran secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur, dan fakta, untuk menggambarkan menjelaskan, atau memperkiraakan  fenomena atau kejadian. Literasi matematis berkait dengan dunia nyata dan berbagai permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pembelajaran matematika, literasi dapat diartikan suatu upaya agar proses belajar matematika menjadi lebih bermakna bukan hanya mengungkap kebenaran pada kemampuan logika dan penalaran matematik, berpikir kritis, kreatif (kognotif), tapi juga diharapkan dapat membawa adanya perubahan pada nilai sikap diri (afektif) yang benar dan pandai mengembangkan keterampilan (psikomotorik) berkomunikasi dengan baik dalam mengungkap ide, gagasan dan makna matematika.

Literasi numerasi adalah pengetahuan dan kecakapan untuk a). menggunakan berbagai macam angka dan simbol-simbol yang terkait dengan matematika dasar untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari, b). Menganalisis informasi yang ditampilkan dalam berbagai bentuk  (grafik, tabel, bagan, dsb) lalu menggunakan interpretasi hasil analisis tersebut untuk memprediksi dan mengambil keputusan.[2]

Literasi numerasi dapat juga dikatakan sebagai kemampuan seseorang dalam menganalisis suatu informasi dan menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan perhitungan-perhitungan matematika secara praktis. Sedangkan numerasi itu sendiri dapat diartikan sebagai kemampuan dalam mengaplikasikan konsep bilangan dengan keterampilan operasi hitung dalam menyelesaikan permasalahan yang ada.


Manajemen Pembelajaran Matematika

Manajemen merupakan hal penting bukan hanya pada bidang usaha seperti industri, tapi juga di lingkugan pendidikan. Menurut George R. Terry Manajemen adalah suatu proses khas yang terdiri atas tindakan-tindakan perncanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan untuk menentukan serta mencapai tujuan melalui pemanfaatan SDM dan sumber daya lainnya.[3]

Setiap keberhasilan dari suatu usaha atau pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bagaimana perencanaan itu dibuat dengan baik.  Perencanaan (planning) adalah proses penentuan tujuan organisasi dan pemilihan tindakan masa depan untuk mencapai tujuan yang meliputi penentuan tujuan organisasi, mengembangkan premis-premis tentang lingkungan dimana tujuan ingin dicapai, memilih tindakan yang akan diambil, memprakarsai aktivitas-aktivitas, yang perlu untuk menterjemahkan rencana menjadi tindakan, dan menngevalusi hasil tindakan.[4]

Pengorganisasian (organizing) merupakan langkah bagimana menyatukan unsur-unsur dalam suatu sistem agar berfungsi dengan baik dan saling mendukung satu dengan yang lainnya. Pengorganisasian merupakan proses yang menghubungkan pekerja dan pekerjaannya untuk mencapai tujuan organisasi.[5]

Penggerakan (actuating) adalah upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia agar berdaya guna dan aktif dalam melaksanakan tugas-tugas pekerjaannya dengan membangun dan mengembangkan kerjasama yang solid. Pergerakan lebih ditekankan pada tujuan yang akan dicapai, pekerjaan yang akan dilakukan, dan orang yang melakukannya.pergerakan akan efektif bila dapat membuat pekerjaan dilakukan dengan pengeluaran waktu, tenaga, dan material yang minimal, dengan kualitas kerja yang sesuai dengan yang diharapkan.[6]

Sedangkan pengawasan (controlling) adalah upaya yang serius dalam mengendalikan kegiatan yang terjadi agar efektif dan efisien. Pengawasan merupakan proses pengecekan performance terhadap standar untuk menentukan sejauh mana tujuan telah tercapai.[7] Lebih lanjut bahwa  pengawasan juga diberlakukan pada pembuatan kebijakan-kebijakan sekolah tentang kurikulum dan proses pembelajaran yang dibatasi oleh keinginan pihak luar seperti orang tua, karyawan, dan masyarakat.[8]

Manajemen dalam tataran pendidikan memiliki makna sebagai upaya dalam melakukan perencanaa, pengorganisasian, penataan, dan pengelolaan pendidikan. Jika dikaitkan dengan pembelajaran maka manajemen pembelajaran merupakan upaya untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian, penataan, dan pengelolaan suatu pembelajaran agar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Perencanaan pembelajaran dapat diartikan pula sebagai proses penyusunan materi pelajaran, penggunaan media pembelajaran, penggunaan pendekatan atau metode pembelajaran, dan penilaian dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan yang ditentukan.[9]  Sedangkan berdasarkan PP RI no. 19 th. 2005 tentang standar nasional pendidikan pasal 20 menjelaskan bahwa; ”Perencanaan proses pembelajaran memiliki silabus, perencanaan pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar”.[10]

Adapun komponen perangkat rencana pembelajaran antara lain sebagai berikut: menentukan alokasi waktu dan minggu efektif, meynusun program tahunan, menyusun program semesteran, menyusun silabus pembelajaran, menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, dan hal-hal lain yang diperlukan bagi kelancaran proses pembelajaran.

Jadi manajemen pembelajaran matematika lebih menekankan pada bagaimana seorang pendidik dan tenaga kependidikan melakukan sebuah rencana yang strategis, pengorganisasian kelas yang efektif, penataan perangkat pembelajaran yang baik, dan mampu mengelola perangkat dan sistem pembelajaran matematika yang handal. Hal terpenting lain dari semua itu adalah bagaimana menata diri dengan mempelajari dan mengamalkan nilai-nilai dan makna matematika yang dapat berpengaruh bagi perubahan karakter pembelajar.

Pembelajaran Matematika yang Berkarakter

Beberapa sifat manusia seperti: jujur, mandiri, bekerja-sama, patuh pada peraturan, bisa dipercaya, tangguh dan memiliki etos kerja tinggi merupakan  karakter yang  akan menghasilkan sistem dan tatanan kehidupan sosial yang teratur dan baik. Dalam Asosiasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Indonesia (ALPTKI) disebutkan bahwa karakter sebagai perekat kultural yang memuat nilai-nilai: kerja leras, kejujuran, disiplin, etika, estetika, komitmen, rasa kebangsaan dll.[11]

Pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter adalah bentuk pendidikan yang bisa membantu mengembangkan sikap etika, moral, dan rasa tanggung jawab, memberikan kasih sayang kepada pembelajar dengan menunjukkan dan mengajarkan karakter yang bagus. Mendidik dengan pengajaran, keteladanan, dan kasih sayang merupakan cara yang bijaksana dalam mengamalkan dan mengembangkan nilai karakter pada pembelajar.

Kurikulum yang baik adalah yang mampu meningkatkan kualitas pembelajar dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kemampuan kognitif berhubungan dengan bagaimana fungsi otak digunakan secara maksimal supaya menghasilkan pola pikir yang rasional, kritis, kreatif, dan dinamis sehingga mampu melakukan pemecahan masalah dalam kehidupannya. Ranah afektif lebih menekankan pada suasana hati dari pembelajar. Suasana hati yang tenang dan damai akan melahirkan sikap dan mental yang baik. Inilah yang sesungguhnya cikal bakal yang membentuk karakter seperti kejujuran, kesopanan, keberanian, ketekunan, kesetiaan, pengendalian diri, simpati, toleransi, keadilan, menghormati harga diri individu, dan tanggung jawab.

Sedangkan ranah psikomotorik lebih kepada pengembangan keterampilan (skill) dan kemampuan ini harus senantiasa dilatih dan dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan. Seperti kemampuan menggambar grafik suatu fungsi kuadrat, agar hasilnya baik perlu dilakukan latihan beberapa kali dalam menggambarkannya.

Seperti pelajaran lainnya, banyak makna dan nilai-nilai matematika yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi peningkatan pengembangan kemampuan matematika dan karakter pembelajar. Pengembangan kemampuan matematika dan nilai di atas termuat dalam rumusan tujuan pembelajaran matematika yaitu: a) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, b) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, c) memecahkan masalah; d) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan e) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, sikap rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.[12]

Butir-butir a) sampai dengan d) dalam rumusan tujuan pembelajaran matematika di atas menggambarkan kemampuan matematik dalam ranah kognitif, sedang butir e) melukiskan ranah afektif yang harus dimiliki siswa yang belajar matematika. Dalam pembelajaran matematika pembinaan komponen ranah afektif akan membentuk disposisi matematik yaitu: keinginan, kesadaran, dedikasi dan kecederungan yang kuat pada diri siswa untuk berpikir dan berbuat secara matematik dengan cara yang positif dan didasari dengan iman, taqwa, dan ahlak mulia. Pengertian disposisi matematik seperti di atas pada dasarnya sejalan dengan makna yang terkandung dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa. Dengan demikian pengembangan budaya dan karakter, kemampuan berpikir dan disposisi matematik pada dasarnya dapat ditumbuhkan pada siswa secara bersama-sama.[13]

Pada proses pembelajaran matematika, ada beberapa pilar yang perlu diperhatikan bagi seorang pendidik dan tenaga kependidikan, antara lain: penguasaan kelas, memahami dan menguasai materi pelajaran matematika, mengerti dan menggunakan model, pendekatan, atau metode pembelajaran yang sesuai, mengenali karakter dan kepribadian dari siswanya, perencanaan dan persiapan RPP dan bahan ajar yang lengkap, menguasai cara berkomunikasi yang baik, peka terhadap situasi dan kondisi yang ada, dan memiliki sikap mental dan karakter yang baik. keikhlasan dan kesabaran dalam mengamalkan pelajaran matematika adalah kunci keberhasilannya.

Pembelajaran matematika merupakan suatu kegiatan yang kompleks, melibatkan berbagai unsur seperti guru, siswa, matematika dan karakteristiknya, dan situasi belajar yang berlangsung. Oleh karena itulah pembelajaran tidak dapat disederhanakan menjadi suatu resep untuk membantu siswa belajar. Paling sedikit terdapat dua hal yang menjadi alasan bahwa pembelajaran tidak dapat dirumuskan dalam bentuk resep. Pertama, pembelajaran melibatkan pengetahuan tentang: topik matematika yang akan diajarkan, perbedaan siswa, cara siswa belajar, lingkungan kelas, lembaga pendidikan dan masyarakat. Selain hal umum seperti di atas, guru juga harus mempertimbangkan hal-hal khusus misalnya: karakteristik topik yang akan diajarkan dan pedagogi mengajarkannya. Kedua, sebagai implikasi bahwa pembelajaran melibatkan berbagai domain, maka guru juga harus menetapkan: cara mengajukan dan merespons pertanyaan, cara menyajikan idea matematika secara tepat, berapa lama diskusi perlu dilaksanakan, jenis dan kedalaman tugas matematika, dan keseimbangan antara tujuan dan pertimbangan.[14]

Pembelajaran matematika akan lebih bermakna apabila seorang pendidik atau tenaga kependidikan mampu mengungkapkan hikmah belajar matematika yang sesungguhnya. Ada empat cara yang dapat dilakukan dalam mengembangkan karakter pada pelajaran matematika, yaitu 1) memberikan pemahaman yang bear tentang pendidikan karakter, 2) pembiasaan, 3) contoh atau teladan, dan 4) pembelajaran matematika secara integral[14].

Berikut beberapa hal terkait dengan bagaimana nilai-nilai karakter dapat dikembangkan dalam pembelajaran matematika, seperti yang terlihat pada Tabel C berikut:

Tabel C
Nilai-nilai karakter dan suasana kelas yang diharapkan
No.
Nilai-nilai Karakter
Suasana Kelas yang Diharapkan
1
Religius
Membuat suasana kelas yang religius selama proses pembelajaran, seperti memulai dan mengakhiri dengan membaca doa, bertutur kata yang sopan dan santun, mengamalkan ketauladanan, dan memaknai matematika dengan benar.
2
Disiplin
Membiasakan prilaku disiplin dalam hal: proses pembelajaran, datang tepat waktu, mengerjakan dan menilai tugas maupun tes, disiplin mengikuti aturan, prinsip, atau teorema matematika yang berlaku, dan disiplin kerja.
3
Jujur
Bersikap jujur dalam setiap uacapan, tindakan, maupun perbuatan, jujur mengakui kesalahan, jujur dalam memberikan penilaian, jujur dalam menyelesaikan mengerjakan soal matematika.
4
Toleransi
Menghargai dan menerima pendapat yang lain yang berbeda selama tidak menyimpang dari aturan yang berlaku.
5
Kreatif
Membiasakan berpikir kreatif terutama dalam meyelesaikan soal-soal matematika,  berusaha mencari beragam cara memecahkan masalah, dan kreatif dalam berkarya.
6
Bekerja keras
Bekerja keras dalam segala hal khususnya dalam belajar dan soal matematika


Pembentukan Karakter Melalui Pembelajaran Literasi Numerasi.

Pembalajaran Literasi Numerasi adalah bagian dalam pembelajaran matematika yang tentunya akan mempengaruhi juga proses, pelaksanaan, dan tujuan yang hendak dicapai. Secara umum pembentukan karakter yang ingin dicapai adalah sama akan tetapi pada literasi numerasi mungkin akan berpengaruh pada pengembangan karakter yang berhubungan dengan kemampuan menganalisis dan menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Kemampuan menganalisis dan menyelesaikan masalah adalah termasuk kemampuan dengan kategori tinggi. Kebiasaan menggunakan seperangkat angka-angka dalam mengkategorikan permasalahan yang ada kemudian dibuat secara sederhana dalam bentuk tabel-tabel agar mudah dibaca adalah bagian dari literasi numerasi.

Sebagai contoh ketika seorang petani ingin mengungkapkan hasil pertaniannya maka ia cukup dengan menjelaskan bahwa hasil pertanian sangat memuaskan yang biasanya per hektar mendapatkan 7 ton gabah, sekarang menjadi 9 ton gabah. Padahal jika dihitung dengan nilai Kg sungguh ini sangat susah.

Contoh lain adalah seorang siswa pada saat mau memasuki sekolah ia membutuhkan banyak sarana agar pada saat memasuki sekolah tidak mengalami kendala. Kemudian kebutuhan tersebut diuraikan misalnya 1 setel seragam sekolah warna merah putih, 1 setel baju pramuka, 1 setel sepatu, 10 buku tulis, 2 pensil, 1 serutan pensil, 1 penghapus, 1 tas sekolah, 1 setel baju olah raga, dan 1 pak pensil berwarna. Kemudian digambarkan dalam tabel untuk memudahkan, seperti;

Tabel Kebutuhan Sekolah

No.
Jenis Kebutuhan
Banyak
Keterangan
1
Baju Seragam Merah putih
1

2
Baju Pramuka
1

3
Sepatu
1

4
Buku Tulis
10

5
Pensil
2

6
Serutan Pensil
1

7
Penghapus
1

8
Tas sekolah
1

9
Baju Olah raga
1

10
Pensil Berwarna
1


Kemampuan seperti ini yang nantinya diharapkan dapat dihasilkan dari pengembangan dan pengamalan kemampuan literasi numerasi. Karakter yang diharapkan adalah kebiasaan berpikir positif dengan mampu memainkan angka-angka dalam menyelesaikan persoalan hidupnya.

4. Kesimpulan

Gerakan Literasi Numerasi adalah prigram pemerintah yang harus didukung oleh semua palisan masyarakat Indonesia. Kemampuan Literasi numerasi diharapkan dapat dihasilkan dari pengembangan dan pengamalan kemampuan literasi numerasi. Karakter yang diharapkan adalah kebiasaan berpikir positif dengan mampu memainkan angka-angka dalam menyelesaikan persoalan hidupnya oleh karena itu, tugas pendidik dan tenaga kependidikan menjadikan setiap pembelajaran bernilai dan bermakna. Oleh karena itu, sebagai pendidik dan tenaga kependidikan harus memiliki kreativitas, keikhlasan, dan kesabaran agar setiap proses pembelajaran memberikan rasa nyaman, menyenangkan, dan cocok bagi pembelajar.
Pernyataan terima kasih. Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak khususnya Panitia Sesiomadika 2018. Semoga artikel ini dapat dijadikan sebagi masukan bagi para pendidik dan tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai pengajar yang profesional. Kritikan dan saran yang bersifat membangun dipersilahkan.
Referensi

[1] Gerakan Literasi Nasional. (2017). Panduan Gerakan Literasi Nasional. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
[2] Gerakan Literasi Nasional. (2017). Materi Pendukung Literasi Numerasi. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
 [3] Hasibuan. (2007). Manajemen; Dasar, Pengertian, dan Masalah, Jakarta: PT Bumi Aksara.
[4 ]  Utari. (2011). Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan Karakter. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi.

 [5] ________ (2014). Manajemen Kurikuum Berbasis Karakter. Bandung: Alfabeta.
[6] _________ (2014). Manajemen Kurikuum Berbasis Karakter. Bandung: Alfabeta.
[7] _________ (2014). Manajemen Kurikuum Berbasis Karakter. Bandung: Alfabeta.
[8] Hamalik. (2008). Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Rosda Karya.
[9] Abdul Majid. (2005).Perencanaan Pembelajaran : Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
[10] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
[11] Ghozi, A. (2010). Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa dan Implementasinya dalam Pembelajaran. Makalah disampaikan pada Pendidikan dan Pelatihan Tingkat Dasar Guru Bahasa Perancis Tanggal 24 Okober s.d 6 November 2010
[12] KTSP. 2006.
[13] Utari. (2011). Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan Karakter. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi.
[14] Utari. (2011). Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan Karakter. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi.
[15] ____. (2011). Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan Karakter. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi.
[16] Muhadjir, (2017). Panduan Gerakan Literasi Naional. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
[17] Abidin, Y. (2015). Pembelajaran Multiliterasi. Bandung, Refika Aditama.
[18] Tim Penyusun, (2017). Panduan Gerakan Literasi Naional. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar