Senin, 02 September 2019

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA SD MELALUI PENDEKATAN SAVI


MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS
SISWA SD MELALUI PENDEKATAN SAVI
Oleh: Haerudin 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Sekolah adalah salah satu tempat dimana peserta didik menimba ilmu pengetahuan, mengembangkan bakat-bakat dan keterampilan yang dimilikinya, dan tempat untuk menuangkan ide-ide cemerlang sebagai bagian dari proses berpikir kreatif. Berpikir kreatif sangat penting dikembangkan agar siswa bisa menjadi orang bermanfaat bagi dirinya dan juga orang lain, Ruseffendi (1991: 238) mengatakan bahwa manusia kreatif itu tidak hanya baik bagi dirinya sendiri tetapi juga berfaedah bagi orang lain.
Untuk  membuat  siswa  berpikir  kreatif tidaklah mudah perlu upaya dan kerja keras   yang  serius   dari para  Guru. Kemampuan  berpikir  kreatif  perlu  dilatih sejak dini melalui pembiasaan secara  konsisten. Hal  ini    ditegaskan oleh Ruseffendi (1991: 239) bahwa sifat kreatif akan tumbuh pada diri anak bila ia dilatih, dibiasakan sejak kecil untuk melakukan eksplorasi, inkuiri, penemuan, dan pemecahan masalah.
Kemampuan berpikir kreatif juga sangat diperlukan bagi siswa karena akan memudahkan dalam menemukan gagasan baru yang konstruktif terutama pelajaran matematika sehingga pelajaran matematika tidak lagi menjadi pelajaran yang dianggap sulit atau ditakuti tetapi menjadi pelajaran yang menyenangkan. Yamin (2011: 11) mengatakan bahwa keterampilan berpikir kreatif (creative thinking) yaitu  keterampilan   individu   dalam   menggunakan proses berpikirnya
Untuk menghasilkan gagasan yang baru, konstruktif  berdasarkan konsep - konsep 
dan prinsip-prinsip yang rasional maupun persepsi, dan intuisi individu.
Hasil penelusuran dan diskusi dengan beberapa Guru matematika SD di Gudep 68 Kota Bandung diperoleh informasi bahwa nilai ulangan harian, ulangan tengah semester (UTS), dan ulangan akhir semester (UAS) rata-rata kelas pelajaran matematika peserta didik SD masih berada dibawah nilai rata-rata pelajaran yang lainnya. Satu dari sekian banyak faktor penyebabnya adalah rendahnya kemampuan berpikir kreatif siswa yang sulit dikembangkan.
Pendekatan SAVI merupakan pendekatan yang diharapkan dapat mengatasi rendahnya kemampuan berpikir kreatif  karena siswa dilibatkan secara langsung dalam proses pembelajaran dengan memfungsikan seluruh indera dan otak. Hernowo (2004: 13-14) mengatakan bahwa pendekatan SAVI ini adalah semacam pendekatan dalam belajar yang jika diterapkan secara serempak akan memfungsikan seluruh indera dan otak. Sedangkan, Suherman (2008: 7) bahwa pendekatan SAVI adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indera yang dimiliki siswa.  Jadi, pada pendekatan SAVI siswa belajar dengan melibatkan semua alat indera yang dimiliki siswa sehingga seluruh indera dan otak akan berfungsi dengan baik dan diharapkan kemampuan berpikir kreatif siswa juga akan meningkat.
Sebagai contoh adalah pada saat anak membaca sebuah buku, dia bisa mempraktekan unsur  Somatisnya (gerak raga atau tubuh) dengan duduk, berdiri, dan berjalan berlahan atau sesekali melakukan senam ringan. Unsur Auditorinya dipraktekkan dengan cara mendengarkan sesekali dari bacaan yang dikeraskan terutama pada kata yang memerlukan  ketelitian khusus. Visualisasi dilakukan dengan membayangkan (menggambarkan dalam benaknya)  maksud dari apa yang
dibaca atau tujuan dari penulis. Terakhir Intelektualnya dilakukan dengan membuat rangkuman yang dapat merangkum seluruh isi buku yang dibacanya. Dengan demikian membaca buku dengan cara demikian akan lebih bermakna.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui adanya peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa  SD melalui  Pendekatan SAVI. Oleh karena itu, penelitian kuasi  eksperimen ini berjudul,” Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SD melalui Pendekatan SAVI”.

B.     Rumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SD melalui pendekatan SAVI lebih baik daripada kemampuan berpikir kreatif yang menggunakan pendekatan konvensional?

C.    Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SD melalui pendekatan SAVI.

D.    Pentingnya Masalah
Dengan diadakan penelitian ini  diharapkan  dapat  memberikan  masukan-
masukan bagi:
1.       Guru
Membantu   guru    matematika   mencari   dan   menggunakan   metode
pembelajaran yang efektif dan sesuai dengan situasi dan kondisi untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SD.
2.      Siswa
a.       Siswa   terbiasa belajar  dengan pendekatan SAVI sehingga kemampuan berfikir kreatif matematis siswa SD semakin tumbuh, terasah, dan berkembang dengan baik.
b.      Siswa dapat meningkatkan kerjasama yang baik dengan penuh rasa tanggung jawab dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis sehingga proses pembelajarannya semakin berkualitas.
c.       Mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki siswa SD dalam menumbuhkembangkan kemampuan berfikir kreatif matematis yang dimilikinya.
3.       Bagi Peneliti
a.       Untuk mengetahui gambaran dan efektivitas pembelajaran melalui pendekatan SAVI  dalam upaya meningkatkan kemampuan berfikir kreatif matematis  siswa SD.
b.      Sebagai media untuk mengaplikasikan pengetahuan dan pengalaman yang
telah didapat selama perkuliahan  maupun di luar perkuliahan.


E.      Definisi Operasional
a.    Kemampuan berpikir kreatif matematis  adalah kemampuan dalam memberikan jawaban yang relevan pada pelajaran matematika (Aspek kelancaran),    menyelesaikan   soal   atau masalah dengan terperinci sesuai
gagasanya  (Aspek Elaborasi),  dan  mampu   menerapkan  konsep pada
masalah yang ada (Aspek Keluwesan).
b.    Pendekatan  SAVI adalah cara belajar yang disertai gerak fisik, berbicara, mendengarkan, melihat, mengamati, dan menggunakan kemampuan intelektual untuk berpikir, menggambarkan, menghubungkan, dan membuat kesimpulan dengan baik.








 BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Berpikir Kreatif
Berpikir kreatif adalah suatu kegiatan dalam mencetuskan ide-ide yang cemerlang dan pemahaman baru yang kreatif dan inovatif serta mampu menentukan keputusan yang tepat. Johnson (2007: 183)berpendapat bahwa berpikir kreatif adalah kegiatan mental yang memupuk ide-ide asli dan pemahaman – pemahaman baru. Berpikir kreatif dan kritis memungkinkan siswa untuk mempelajari masalah secara sistematis, menghadapi berjuta tantangan dengan cara yang terorganisasi, merumuskan pertanyaan yang inovatif, dan merancang solusi yang orisinal.
Pada bagian   yang lain,  Johnson  (2007: 214-215)  mengatakan bahwa berpikir kreatif adalah sebuah kebiasaan dari pikiran yang dilatih dengan memperhatikan intuisi, menghidupkan imajinasi, mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan baru, membuka sudut pandang yang menakjubkan, dan membangkitkan ide-ide yang tidak terduga. Sedangkan Evans (Nurdiana, 2011) menjelaskan bahwa berpikir kreatif adalah suatu aktivitas mental untuk membuat hubungan-hubungan yang terus menerus, sehingga ditemukan kombinasi yang benar atau sampai seseorang itu menyerah.
Berdasarkan hasil rangkuman pendapat Munandar (Nurdiana, 2011:9-13) ciri-ciri seorang siswa SD memiliki kemampuan berpikir kreatif adalah:
a.    Keterampilan Berpikir Lancar (Fluency)
Kemampuan   yang   diharapkan  adalah  siswa dapat  mengajukan  banyak
pertanyaan,  menjawab   dengan   sejumlah  jawaban  jika  ada  pertanyaan,
mempunyai banyak gagasan mengenai suatu masalah, dan lancar mengungkapkan gagasan-gagasannya.
b.    Keterampilan Berpikir Luwes (Flexibility)
Kemampuan yang diharapkan adalah siswa dapat memberikan macam-macam penafsiran terhadap suatu gambar, cerita,  masalah, atau alat peraga dan menerapkan suatu konsep dengan cara yang berbeda-beda.
c.    Keterampilan Berpikir Orisinal (Originality)
Kemampuan yang diharapkan adalah siswa dapat mencetuskan ungkapan yang baru dan unik, memikirkan masalah-masalah atau hal-hal yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain dan memiliki cara berpikir yang lain dari yang lain.
d.      Keterampilan Memperinci (Elaboration)
Kemampuan yang diharapkan adalah siswa dapat mengembangkan suatu gagasan sederhana dan mencari jawaban dengan melakukan langkah-langkah sesuai contoh.
e.    Keterampilan Menilai (Evaluation)
Kemampuan yang diharapkan adalah siswa dapat menentukan pendapat sendiri mengenai suatu hal dan menentukan pendapat dan bertahan terhadapnya.
Yang menjadi indikator kemampuan berpikir kreatif pada penelitian ini adalah bahwa siswa mempunyai keterampilan berpikir lancar (Fluency), keterampilan    berpikir   luwes  (   Flexibility),   dan    keterampilan    memperinci
(Elaboration).
B.     Pendekatan SAVI
Pendekatan SAVI adalah cara belajar yang disertai gerak fisik, berbicara, mendengarkan, melihat, mengamati, dan menggunakan kemampuan intelektual untuk berpikir, menggambarkan, menghubungkan, dan membuat kesimpulan
dengan  baik. Metode   ini  diharapkan   mampu  mengatasi  masalah-masalah
terutama berkenaan dengan proses berpikir kreatif matematis siswa.
Hernowo (2004: 13-14) mengatakan bahwa SAVI ini adalah semacam metode belajar yang jika diterapkan secara serempak akan memfungsikan seluruh indera dan otak.   Suherman (2008: 7) menambahkan bahwa pembelajaran  SAVI  adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indera yang dimiliki siswa.
Pendekatan SAVI bisa juga diartikan sebagai metode pembelajaran yang melibatkan seluruh anggota tubuh dari gerakan tubuh, pendengaran, kemampuan membayangkan, dan mampu bersifat cendikia atau berkait dengan kemampuan merenungkan, merumuskan, dan mengait-ngaitkan  dengan memfungsikan pikiran secara baik dan benar.
Meier (2002: 91) berpendapat bahwa pembelajaran tidak otomatis meningkat dengan menyuruh orang berdiri dan bergerak kesana kemari. Akan tetapi, menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan pengunaan semua indera  dapat berpengaruh besar pada pembelajaran. Saya namakan ini belajar SAVI. Unsur-unsurnya mudah diingat.
1)     Somatis          : Belajar dengan bergerak dan berbuat.
Belajar somatis berarti belajar dengan indera peraba, kinestetis, praktis melibatkan fisik dan menggunakannya serta menggerakan tubuh sewaktu belajar. Menurut penelitian neurologis, tubuh dan pikiran bukan merupakan dua entitas yang terpisah. Temuan mereka menunjukkan bahwa pikiran tersebar di seluruh tubuh. Maksudnya tubuh adalah pikiran dan pikiran adalah tubuh. Keduanya merupakan satu sistem elektris kimiawi-biologis yang benar-benar terpadu. Menghalangi fungsi tubuh dalam belajar berarti dapat menghalangi fungsi pikiran sepenuhnya. Oleh karena itu, untuk merangsang hubungan pikiran tubuh, harus diciptakan suasana belajar yang dapat membuat orang bangkit dan berdiri dari tempat duduk dan aktif secara fisik
dari waktu ke waktu.
2)     Auditori         : Belajar dengan berbicara dan mendengar.
Belajar auditori berarti belajar dengan melibatkan kemampuan audotori (pendengaran). Ketika telingan menangkap dan menyimpan informasi auditori, beberapa area penting di otak menjadi aktif. Dalam merancang pembelajaran matematika yang menarik bagi saluran auditori (pendengaran), guru bisa melakukan tindakan seperti membicarakan materi apa yang sedang dipelajari. Siswa diharapkan mampu mengungkapkan pendapat atas informasi yang didengarkan atas penjelasan guru.
3)     Visual : Belajar dengan mengamati dan menggambarkan.
Belajar visual adalah belajar dengan melibatkan kemampuan visual (penglihatan), dengan alasan bahwa di dalam otak terdapat lebih banyak perangkat memproses informasi visual daripada indera yang lain. Dalam merancang pembelajaran yang menarik bagi kemampuan visual, seoarng guru dapat melakukan   tindakan   seperti  meminta  siswa menerangkan  kembali  materi  yang  sudah  diajarakan,  menggambarkan proses, prinsip, atau makna
yang dicontohkannya.
4)   Intelektual      : Belajar dengan memecahkan masalah dan merenung.
Belajar intelektual berarti menunjukkan apa yang dilakukan siswa dalam pikiran mereka secara internal ketika mereka menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan makna, rencana, dan nilai dari pangalaman tersebut. Belajar intelektual adalah bagian untuk merenung, mencipta, memecahkan masalah dan membangun makna. dalam membangun proses belajar intelektual, siswa diminta mengerjakan soal-soal dari materi yang sudah diajarkan dan dijelaskan oleh guru. Meier (2002: 99) menambahkan bahwa intelektual adalah pencipta makna dalam pikiran; sarana yang digunakan manusia untuk “berpikir”, menyatukan pengalaman, menciptakan jaringan saraf baru, dan belajar.
Keempat unsur  SAVI yaitu Somatis, Auditori, Visual, dan Intelektual harus disatukan dan dipadukan agar memberikan pengaruh yang besar bagi peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SD.

C.    Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis yang diambil adalah: Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SD melalui pendekatan SAVI lebih baik daripada kemampuan berpikir kreatif yang menggunakan konvensional.



BAB III
METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN


A.    Metode dan Desain Penelitian
Metode dan desain Penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kuasi ekaperimen dimana pengambilan sampel acaknya diabaikan (Ruseffendi, 1994: 47) dan desain kelompok kontrol tes awal dan tes akhir. Adapun desain penelitiannya adalah:
     O    X     O
     O            O
Keterangan:
O  =   tes awal dan tes akhir kemampuan berpikir kreatif
X    =   pendekatan SAVI

B.     Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi yang akan diambil dalam  penelitian ini adalah  seluruh siswa di SD Swasta di Kota  Bandung yang kemampuan berpikir kratifnya masih rendah. Subyek penelitiannya (sampel) adalah siswa SD Sasta kelas V sebanyak dua kelas sebagai sampel penelitian berdasarkan pertimbangan kemampuan rata-rata siswa yang hampir sama di setiap kelasnya, kelas V sudah bisa menggunakan pendekatan SAVI, dan belum ada yang melakukan penelitian khususnya bidang studi matematika di SD tersebut yang menggunakan pendekatan SAVI. Salah   satu dari    kelas  tersebut dijadikan sebagai kelas SAVI sedangkan kelas yang satunya lagi sebagai kelas kontrol.
C.    Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat soal tes
kemampuan berpikir kreatif yang digunakan untuk tes awal dan tes akhir. Digunakannya soal yang sama untuk tes awal dan tes akhir agar dapat melihat dan mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis sebelum dan sesudah diberikan perlakuan.
Tipe tes yang digunakan  adalah tes tipe uraian agar mudah mengungkapkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SD. Melalui tes uraian, diharapkan langkah-langkah penyelesaian yang dilakukan dan ketelitian siswa dalam menjawab dapat teramati, seperti yang diungkapkan oleh Ruseffendi (2005: 118) menyatakan bahwa keunggulan tes tipe uraian dibandingkan dengan tes tipe objektif ialah akan timbul sifat kreatif pada diri siswa dan hanya siswa yang telah  menguasai  materi  betul-betul  yang bisa  memberikan jawaban yang baik dan benar. Adapun untuk sistem penskoran instrumen berpikir kreatif digunakan Pedoman Pemberian skor pada tes Bentuk Uraian menurut Sumarmo (2011: 254).
Baik soal untuk tes awal maupun tes akhir adalah soal yang sudah mendapat persetujuan dosen pembimbing. Hal ini dimaksudkan agar penelitian ini validitas isinya lebih baik karena telah memenuhi syarat yang ditentukan. Sebelum soal-soal baik pada tes awal maupun tes akhir, soal-soal tersebut telah diujicobakan terlebih dahulu untuk melihat validitas dan realibilitas.
Melakukan analisis atau  kriteria  instrument kemampuan berpikir kreatif,
yang terdiri dari:

1)        Uji Validitas
Untuk mengukur validitas digunakan rumus dari Pearson (Ruseffendi,
1994: 149) yaitu:
 
Keterangan:  = koefisien korelasi antara variabel  dan variabel
    = banyak subyek (testi)
    = skor yang diperoleh dari tes
 = nilai rata-rata soal-soal tes pertama peroranga
= jumlah kuadrat nilai-nilai X
Y   = nilai rata-rata soal-soal tes kedua peroranga
 = jumlah nilai-nilai Y
= jumlah kuadrat nilai-nilai Y
XY = perkalian nilai-nilai X dan Y perorangan
 = jumlah perkalian  nilai X dan Y
Untuk mengetahui tingkat validitas digunakan kriteria berikut:
Tabel 3.1
Koefisien Validitas Tes

Validitas
Kriteria
    
kriteria  sangat tinggi
    
kriteria  tinggi
    
kriteria  sedang
    
kriteria  rendah

Lanjutan Tabel 3.1 Koefisien Validitas Tes

Validitas
Kriteria
    
kriteria  sangat rendah
    
Kriteria  tidak valid
Sumber: Suherman dan Kusumah (1990:147)

Dari hasil uji coba instrumen, didapat nilai validitas setiap butir soal yang disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 3.2
Validitas Hasil Uji Coba InstrumenTes Kemampuan Berpikir Kreatif

No Soal
Koefisien Validitas
Kriteria
1
0,21
Rendah
2
0,76
Tinggi
3
0,47
Sedang
4
0,78
Tinggi
5
0,8
Sangat Tinggi
6
0,72
Tinggi
7
0,78
Tinggi
8
0,50
sedang

Uji signifikasi nilai rxy yaitu dengan membandingkan nilai rxy  dengan nilai signifikansi (sig.) tabel yang terdapat pada lampiran. Soal memiliki kriteria signifikan apabila nilai  rxy  > dari nilai Sig. tabel.
2)        Uji Reliabilitas
    Koefisien  reliabilitas    menyatakan   derajat  reliabilitas  alat evaluasi,
dinotasikan dengan . Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas bentuk uraian dikenal dengan rumus yaitu sebagai berikut:
 
Keterangan:  = koefisien reliabilitas
         = banyak butir soal (item)
 = jumlah varians skor tiap butir ke-i
 = varians skor total
Untuk menentukan tingkat atau derajat reliabilitas soal digunakan kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.3
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

KOEFISIEN RELIABILITAS
KRITERIA
0,80 <   1,00
Sangat Tinggi
0,60 <  8,00
Tinggi
0,40 <    6,00
Sedang
0,20 <    4,00
Rendah
     0,20
Sangat Rendah
                 Sumber: Suherman dan Kusumah (1990:147)

Dari hasil perhitungan diperoleh reliabilitas 0,83 maka berdasarkan klasifikasi reliabilitas dapat diinterpretasikan ke dalam katagori tinggi. Perhitungan reliabilitas selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

3)        Uji Daya Pembeda
Rumus untuk menentukan daya pembeda adalah:
Keterangan:        = rata-rata jawaban benar dari kelompok atas
 = rata-rata jawaban benar dari kelompok bawah
 = Skor Maksimum Ideal
Untuk menentukan kriteria daya pembeda tiap butir soal, digunakan klasifikasi interpretasi sebagai berikut:
Tabel 3.4
Klasifikasi Daya Pembeda
DAYA PEMBEDA
KRITERIA
Jelek
Cukup
Baik
Sangat Baik
Sumber: Suherman (1990: 202)
Dari hasil uji coba instrumen, didapat nilai daya pembeda  setiap butir soal yang disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 3.5
Klasifikasi Daya Pembeda
No Soal
Daya Pembeda
Kriteria
1
0,1
Jelek
2
0,46
Baik
3
0,3
Cukup
4
0,6
Baik
5
0,36
Cukup
6
0,68
Baik
7
0,6
Baik
8
0,9
Sangat Baik

4)        Uji Indeks Kesukaran
Tingkat kesukaran menunjukkan apakah butir soal tergolong sukar, sedang, atau mudah. Untuk menentukan tingkat kesukaran butir soal digunakan  rumus:
Dengan:  = rata-rata jawaban benar  dan  = Skor Maksimum Ideal
Untuk menentukan tingkat atau indeks kesukaran soal, digunakan klasifikasi interpretasi sebagai berikut:
Tabel 3.6
Klasifikasi Indeks Kesukaran Soal

INDEKS KESUKARAN
KRITERIA
Sangat Sukar
Sukar
Sedang
Mudah
Sangat Mudah
                  Sumber: Suherman (1990: 213)
Dari hasil uji coba instrumen, didapat nilai indek kesukaran  setiap butir soal yang disajikan dalam tabel berikut

Tabel 3.7
Klasifikasi Indeks Kesukaran Soal

No Soal
Indeks Kesukaran
Kriteria
1
0,76
Mudah
2
0,56
Sedang

Lanjutan Tabel 3.7 Klasifikasi Indeks Kesukaran Soal

No Soal
Indeks Kesukaran
Kriteria
3
0,41
Sedang
4
0,6
Sedang
5
0,4
Sedang
6
0,3
Sukar
7
0,32
Sedang
8
0,35
Sedang

Berdasarkan klasifikasi indek kesukaran pada tabel 3.7 diperoleh bahwa soal nomor 1 tergolong mudah, soal nomor 2, 3, 4, 5, 7, dan 8 tergolong soal yang sedang dan soal nomor 6 tergolong sukar. Dari kedelapan soal kemudian dipilih 6 soal yang untuk dijadikan soal tes awal dan tes akhir kelompok instrumen dan kelompok kontrol yaitu soal nomor 2, 3, 4, 5, 7, dan 8.

D.    Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini terdiri dari tiga tahapan yaitu:
1.        Tahapan Persiapan
  Langkah-langkah akan dilakukan pada tahapan persiapan ini adalah:
a.         Identifikasi permasalahan.
b.        Membuat proposal penelitian.
c.         Mengadakan seminar proposal penelitian.
d.        Melakukan perizinan tempat untuk penelitian.
e.         Membuat instrument penelitian.
f.         Membuat RPP.
g.        Melakukan   uji  coba   instrument   penelitian.  Uji  coba   ini   dilakukan
terhadap subyek lain di luar subyek penelitian.
h.        Melakukan analisis atau kriteria instrument kemampuan berpikir kreatif.
2.        Tahap Pelaksanaan
Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam tahap ini adalah:
a.         Memberikan tes awal pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen.
b.        Melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas kontrol menggunakan.
c.         pembelajaran dengan cara biasa dan pembelajaran di kelas eksperimen.
d.        menggunakan pendekatan SAVI.
e.         Memberikan tes akhir pada kedua kelas tersebut.
3.        Tahap Akhir
Pada tahap ini akan dilakukan pengkajian dan analisis terhadap penemuan-penemuan penelitian serta melihat peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang akan diukur. Selanjutnya dibuat kesimpulan berdasarkan
data yang diperoleh dan menyusun laporan penelitian.

E.       Teknik Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari hasil pretes dan postes akan  dianalisis untuk menguji hipotesis yang diajukan dan akan diolah dengan menggunakan  SPSS 19.0 for Windows dengan langkah sebagi berikut:
1.      Menghitung rata-rata, varians, dan simpangan baku data hasil tes awal dari
kelas eksperimen dan kelas kontrol.
2.      Melakukan uji  normalitas   dari data  hasil  pretes kelas savi, kelas kontrol
Dan  Gain dengan  uji  Kolmogorof-Smirnov  dengan taraf signifikansi 5%.
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data sampel dari kedua kelompok berdistribusi normal atau tidak. Bila sampel tidak normal maka dilakukan uji Mann-Whitney.
3.      Melakukan pengetesan homogenitas dengan uji F.  Uji homogenitas untuk mengetahui apakah varian populasi data adalah sama atau tidak.
4.      Menguji perbedaan 2 rata-rata dengan uji T 2 sampel bebas (Independent Sampel  T Test) pada data pretes dan Gain. Uji perbedaan 2 rata-rata dimaksudkan untuk menguji apakah   ada   perbedaan   antara  kelompok   kontrol  dengan kelompok eksperimen sampel yang bebas.
5.      Mengolah Data Kualitas Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif diperoleh dari indeks gain. Rumus untuk menentukan indeks gain menurut Meltter (Putra, 2009: 36) sebagai berikut:
Sedangkan kriteria indeks gain menurut Hake (Putra, 2009: 36) adalah sebagai berikut.
Tabel 3.8
       Klasifikasi Indeks Gain

Gain
Kriteria
Tinggi
Sedang
Rendah
                         Sumber: Hake (Putra, 2009: 36)



BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.    Hasil Penelitian
Yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini adalah untuk melihat adanya peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik siswa SD setelah mendapat perlakuan dengan menggunakan pendekatan SAVI.
Adapun hasil dari pretes, postes, dan gain kesemuanya tersaji pada tabel 4.1 sebagai berikut:

Tabel 4.1
Rekapitulasi Tes Kemampuan Berpikir Kreatif

Materi
Hasil
Perlakuan
SAVI
n = 27

Konvensional
n = 27

Pretes
SMI = 30
10,67
(35,57%)
9,70
(32,33%)
S
2,05
1,66
Postes
SMI = 30
22,63
(75,43%)
20,44
(68,13%)
S
2,90
3,68
Gain
SMI = 1,00
0,62
(62%)
0,53
(53%)
S
0,15
0,18
    Sumber: Diadopsi dari data SPSS 19.

Interpretasi Tabel 4.1 adalah nilai rata-rata untuk pretes kelas SAVI maupun kelas kontrol nilai rata-rata terlihat masih rendah dan perbedaannya hanya sedikit sekali. Hal ini karena kedua kelas belum mendapatkan perlakuan dalam belajar. Setelah dilakukan perlakuan dalam belajar dengan menggunakan pendekatan SAVI dan cara konvensional diperoleh peningkatan rata-rata yang cukup signifikansi. Sedangkan untuk nilai Gain baik pada kelas SAVI maupun kelas Kontrol mempunyai nilai intrepestasi sedang. Artinya bahwa ada peningkatan perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kreatif.
Kemudian bila dilihat dari nilai rata-rata postes kelas SAVI lebih baik dibandingkan dengan nilai rata-rata kelas konvensional setelah mendapatkan perlakuan. Ini berarti bahwa peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SD melalui pendekatan SAVI lebih baik daripada kemampuan berpikir kreatif yang menggunakan pendekatan konvensional.
Akan tetapi hipotesis di atas perlu diuji secara statistik agar lebih jelas dan lebih akurat hasil pengujian hipotesisnya.Untuk itu maka harus dilakukan pengujian sebagai berikut:
1)      Uji normalitas pretest, postest, dan gain kemampuan berpikir kreatif
Untuk mengetahui uji normalitas pretest, postes dan gain digunakan SPPS 19 dengan menggunakan statistik Shapiro-Wilk dan taraf signifikansi 5%. Hasilnya terlihat pada Tabel 4.2 sebagai berikut:
Tabel 4.2
Uji Normalitas Pretes dan Gain


Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Statistic
Df
Sig.
Statistic
df
Sig.
pretes SAVI
,183
27
,021
,965
27
,478
pretes Konvensional
,163
27
,062
,964
27
,448
gain SAVI
,122
27
,200*
,964
27
,445
gain Konvensional
,176
27
,032
,904
27
,016
Sumber: Diadopsi dari data SPSS 19.
Interpretasi Tabel 4.2 adalah dengan uji Shapiro-Wilk, data dinyatakan normal jika Signifikansi lebih besar  0,05.   Ternyata    nilai  signifikansi  pretes kelas SAVI, kelas konvensional dan Gain  SAVI lebih besar dari 0,05. Dengan demikian sampel kelas SAVI dan kelas konvensional berdistribusi normal untuk selanjutnya akan dilanjutkan dengan uji homogenitas. Pada nilai gain SAVI juga signifikansinya lebih dari 0,05 artinya gain kelas SAVI berdistribusi normal. Sedangkan gain konvensional nilai signifikansinya kurang dari 0,05 maka gain kelas konvensional tidak berdistribusi normal sehingga untuk gain kelas konvensional dilanjutkan ke  uji statistik nonparametrik Mann-Whitney.

2)      Uji Homogenitas Pretes Kemampuan berpikir Kreatif
Uji homogenitas dimaksudkan untuk melihat apakah varians sampel kelas SAVI dan kelas konvensional sama atau tidak. Untuk pengujian homogenitas varians dilakukan pada pretes kelas SAVI dan kelas konvensional dengan hipotesis sebagai berikut:
Ho :  =  
Ha :    
Kriteria:  Jika nilai sig. > 0,05 maka Ho diterima.
               Jika  nilai sig. < 0,05 maka Ho ditolak.

Dengan menggunakan Uji varian satu jalan (One Way ANOVA) diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.3
Uji Homogenitas Varian pretes

Test of Homogeneity of Variances
Nilai
Levene Statistic
df1
df2
Sig.
1,104
1
52
,298

Nilai

Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
12,519
1
12,519
3,584
,064
Within Groups
181,630
52
3,493


Total
194,148
53



   Sumber: Diadopsi dari data SPSS 19.
 
Interpretasi  Tabel  4.3  adalah  dengan  menggunakan  Uji varian satu jalan ternyata diperoleh nilai sig > 0,05.  Berdasarkan kriteria homogenitas di atas, ini berarti bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan demikian, kedua sampel pretes kelas SAVI dan Kelas konvensional memiliki varians yang sama.

3)      Uji Perbedaan Rerataan Pretes Kemampuan Berpikir Kreatif.
Untuk menguji rerataan pretes kemampuan berpikir kreatif kelas SAVI maupun kelas konvensional digunakan uji Independent Samples T Tes yang digunakan untuk menguji apakah ada perbedaan rata-rata nilai antara sampel kelas SAVI dengan kelas konvensional.
Hipotesisnya adalah:
Ho : tidak ada perbedaan rata-rata nilai kelas SAVI dan kelas konvensional
Ha : ada perbedaan rata-rata nilai kelas SAVI dan kelas konvensional
Kriteria pengujian: Ho diterima jika nilai sig. > 0,05
Ho ditolak jika nilai sig. < 0,05
Dengan menggunakan uji Independent Samples T Tes diperoleh tabel 4.4 berikut ini:
Tabel 4.4
Uji Signifikansi Perbedaan Rata-rata Pretes

Levene's Test for Equality of Variances
F
Sig.
nilai
Equal variances assumed
1,104
,298

T
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower
Upper
1,893
52
,064
,963
,509
-,058
1,984
 Sumber: Diadopsi dari data SPSS 19.
Dari tabel 4.4 di atas diperoleh nilai sig. (2-tailed) lebih besar dari 0,05 . Berdasarkan kriteria pengujian dan dengan menggunakan tingkat signifikansi 0,05 maka diperoleh hasil bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Ini berarti bahwa tidak ada perbedaan rata-rata nilai kelas SAVI dan kelas konvensional secara signifikan.

4)      Uji Mann-Whitney Gain
Untuk menguji apakah  (peningkatan   kemampuan    berpikir    kreatif  matematis  siswa SD melalui pendekatan SAVI lebih baik daripada  peningkatan kemampuan berpikir kreatif yang menggunakan pendekatan konvensional, maka digunakan uji non parametrik dengan uji Mann-Whitney. Hasilnya dapat terlihat pada tabel 4.5 berikut:

Tabel 4.5
Output Uji Mann-Whitney Data Gain
Ranks

Kelas
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Gain
SAVI
27
32,70
883,00
Konvensional
27
22,30
602,00
Total
54



Test Statisticsa

Gain
Mann-Whitney U
224,000
Wilcoxon W
602,000
Z
-2,432
Asymp. Sig. (2-tailed)
,015
                                           Sumber: diambil dari data SPSS 19.
Hipotesis dalam pengujian ini adalah:
Ho :  =  (peningkatan   kemampuan    berpikir    kreatif  matematis  siswa
SD melalui pendekatan SAVI sama dengan peningkatan kemampuan berpikir kreatif yang menggunakan pendekatan konvensional).
Ha :  >  (peningkatan    kemampuan  berpikir kreatif matematis siswa SD
melalui    pendekatan  SAVI lebih    baik  daripada  peningkatan
kemampuan berpikir kreatif yang menggunakan pendekatan konvensional).
Dengan kriteria pengujian:   Ho diterima jika sig. > 0,05 dan Ha ditolak.
         Ho ditolak jika sig. < 0,05 dan Ha diterima.
Dari tabel 4.5 terlihat bahwa Sig. (2-tailed) lebih kecil dari 0,05, dengan demikian berdasarkan kriteria pengujian maka Ho ditolak. Ini berarti bahwa peningkatan    kemampuan  berpikir kreatif matematis siswa SD melalui    pendekatan  SAVI lebih    baik  daripada  kemampuan berpikir kreatif yang menggunakan pendekatan konvensional.

B.     Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SD melalui pendekatan SAVI dan pendekatan SAVI ini lebih baik daripada pendekatan konvensional. Hal ini karena siswa dilatih berpikir kreatif dengan cara menggabungkan keempat unsur-unsur dalam SAVI yaitu belajar dengan bergerak dan berbuat (Somatis), belajar dengan berbicara dan mendengar (Auditori), belajar dengan mengamati dan menggambarkan (Visualisasi), dan belajar dengan memecahkan masalah dan merenung (Intelektual).
Bila keempat unsur SAVI tersebut bisa diterapkan dengan baik pada saat pembelajaran maka seluruh indera dan otak dari siswa akan bekerja lebih optimal. Sehingga, siswa dapat mengerti dengan  baik materi dipelajarinya. Hernowo (2004: 14) mengatakan bahwa SAVI ini adalah semacam metode pembelajaran yang  jika  diterapkan  serempak  akan  memfungsikan  hampir  seluruh indera dan
otak.
Berikut ini beberapa foto aktivitas siswa selama proses belajar dengan menggunakan pendekatan SAVI:
a.       Pembelajaran Somatis terlihat pada gambar 4.1 dan gambar 4.2 berikut:
Gambar 4.1
Siswa belajar dengan bergerak mengamati kelompok lain


Gambar 4.2
Siswa belajar dengan berbuat mengamati bangun pada rangka kubus


b.      Pembelajaran Auditori terlihat pada tabel 4.3 berikut:
Gambar 4.3
Siswa belajar berbicara mengemukakan pendapat
dan mendengarkan pendapat  siswa lainnya


c.       Pembelajaran Visualisasi terlihat pada gambar 4.4 dan gambar 4.5 berikut:
Gambar 4.4
Siswa belajar memperinci sifat-sifat balok
dengan mengamati rangka balok
Gambar 4.5
Siswa belajar dengan menggambar kubus dari hasil pengamatan
pada rangka kubus

d.      Pembelajaran Intelektual terlihat pada gambar 4.6 berikut:
Gambar 4.6
Siswa belajar menerangkan hasil pemecahan masalah
yang dihadapi kelompoknya

Pada pembelajaran dengan metode SAVI siswa lebih aktif bertanya, mengemukakan pendapat, memberikan tanggapan, dan mampu memberikan penjelasan dalam pemecahan masalah yang dihadapinya karena seluruh kemampuan indera dan otak benar-benar dipergunakan dengan baik
Sedangkan aktivitas siswa yang proses pembelajarannya dengan menggunakan pendekatan konvensional siswa kurang aktif berperan. Hal ini karena sumber ilmu sebagian besar berasal  dari guru dan yang aktif hanya mereka dari siswa yang mengerti saja. Proses pembelajaran konvensional dapat  terlihat seperti pada gambar 4.7 dan gambar 4.8 berikut ini:

Gambar 4.7
Siswa sedang mencatat penjelasan guru

Gambar 4.
Siswa sedang berlatih menyelesaikan soal-soal dari guru
Siswa yang kreatif akan memiliki banyak terobosan dalam pemikirannya dan terkadang imajinasinya jarang dipikirkan orang lain. Harsanto (2005: 63) berpendapat  bahwa berpikir  kreatif  mengajak Anda  untuk melepaskan  diri  dari
pola umum yang sudah terpatri dalam  ingatan. Ini berarti  bahwa  berpikir  kreatif
selalu mencoba cara baru yang inovatif dan bermakna.
Berdasarkan rumusan masalah pada penelitian ini, bahwa peneliti ingin melihat apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SD melalui pendekatan SAVI lebih baik daripada kemampuan berpikir kreatif yang menggunakan pendekatan konvensional, maka yang dianalisis adalah gain ternormalisasi pretes dan gain ternormalisasi postes untuk kelas SAVI dan kelas kontrol. Dari Gain ternormalisasi yang didapat pada hasil pretes dan postes, untuk kelas SAVI mengalami peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis, dan pendekatan SAVI memberikan pengaruh yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan kelas kontrol. Hal ini dapat    dilihat   dari   rata-rata   skor   gain   ternormalisasi    siswa    kelas   SAVI maupun kelas kontrol.
Berdasarkan dari kesimpulan uji normalisasi gain, diperoleh bahwa penggunaan pendekatan SAVI mampu membedakan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas SAVI (eksperimen) dan kelas kontrol. Sehingga sebagai kesimpulan akhir bahwa hipotesis terpenuhi yaitu kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SD melalui pendekatan SAVI lebih baik dari pada kemampuan berpikir kreatif yang menggunakan konvensional.
Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan kelebihan pendekatan SAVI adalah:
1.         Siswa menjadi lebih aktif dalam bekerjasama dan diskusi sehingga mampu menghasilkan ide-ide yang kreatif dalam menjawab setiap soal yang diberikan.
2.         Memberikan peluang yang luas bagi siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif saat pembelajaran berlangsung.
3.         Memupuk siswa dalam pengembangan intelektual dan emosional sehingga siswa mempunyai kepercayaan diri yang tinggi akan kemampuannya.

C.    Hambatan dalam Penelitian
Hambatan yang dialami peneliti dalam menerapkan pendekatan SAVI adalah pada awalnya siswa mengalami kesulitan dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya untuk mencari, memahami, dan merumuskan konsep kubus dan balok. Kesulitan tersebut dikarenakan mereka tidak terbiasa dengan proses belajar mengajar dengan pendekatan SAVI dan masih merupakan hal baru bagi mereka. Akan tetapi, setelah diberikan penjelasan akhirnya siswa dapat melaksanakannya dengan baik dan mereka merasa senang.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan
Mengacu pada rumusan permasalahan pada penelitian ini diperoleh hasil kesimpulan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SD melalui pendekatan SAVI lebih baik daripada kemampuan berpikir kreatif yang menggunakan pendekatan konvensional.

B.     Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka ada beberapa saran sebagai berikut:
1.      Hendaknya pendekatan SAVI dijadikan pendekatan pembelajaran alternatif dalam proses kegiatan belajar mengajar pada topik-topik terpilih.
2.      Untuk implementasi pendekatan SAVI yang lebih efektif pada siswa  SD hendaknya dilakukan dengan penuh kesabaran, memberikan penjelasan dan pengarahan kepada siswa dengan bahasa yang mudah dimengerti, memberikan kebebasan belajaran sesuai dengan rambu-rambu pendekatan SAVI yang telah ditentukan, menghargai setiap pendapat siswa, menggunakan media belajar yang sesuai, dan setiap siswa harus memahami setiap langkah pada pendekatan SAVI yang diterapkan.
3.      Kepada para pembaca semoga penelitian ini bermanfaat dan ada kelanjutan dari penelitian ini karena penelitian yang dilakukan di SD masih minim sekali. Harapan agar penelitian ke depan bisa lebih baik dan berkembang lebih luas lagi dan bisa dijadikan sebagai rekomendasi bagi penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA


Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian. Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Hernaki & DePorter. (2003). Quantum Learning. Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa PT. Mizan Pustaka.

Hernowo. (2004). Bu Slim & Pak Bill. Bandung: Mizan Learning Center (MLC).

Harsanto, R. (2005). Melatih Anak Berpikir ANALISIS, KRITIS, DAN KREATIF. Jakarta: Grasindo.
Johnson, E. B. (2007). Contextual Teaching & Learning. Bandung: Mizan Learning Center (MLC).

Meier, D. (2002). The Accelerated Learning. Bandung: Kaifa PT. Mizan Pustaka.

Munandar, U. (1999). Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Putra, A. P. (2009). Penggunaan Model Pembelajaran Van Hiele Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Geometri Siswa SMP Dalam Tahap Pengurutan (Penelitian Eksperimen Terhadap Siswa Kelas IX SMP Negeri 3 Lembang). Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan.

Riyanto, Y. (2010).Paradigma Baru Pembelajaran sebagai Referensi Bagi Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Ruseffendi, E. T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E. T.  (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Penerbit Tarsito.
Sanjaya, W. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group.

Sugijono, (2002). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Suherman, E. & Kusumah, Y. S. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah 157.

Sumarmo, U. (2010). Seminar  Nasional  Pendidikan  Matematika   STKIP  Siliwangi Bandung.  Pembelajaran   Matematika   Berbasis  Karakter.  Bandung:  STKIP Siliwangi Bandung.
Yamin, M. (2011). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada (GP).







Tidak ada komentar:

Posting Komentar