MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS
SISWA SD MELALUI PENDEKATAN SAVI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Sekolah
adalah salah satu tempat dimana peserta didik menimba ilmu pengetahuan,
mengembangkan bakat-bakat dan keterampilan yang dimilikinya, dan tempat untuk
menuangkan ide-ide cemerlang sebagai bagian dari proses berpikir kreatif. Berpikir kreatif sangat penting dikembangkan
agar siswa
bisa menjadi orang bermanfaat bagi
dirinya dan juga orang lain, Ruseffendi (1991: 238)
mengatakan bahwa manusia
kreatif itu tidak hanya baik bagi dirinya sendiri tetapi juga berfaedah bagi
orang lain.
Untuk membuat siswa
berpikir kreatif tidaklah mudah perlu upaya dan kerja
keras yang serius
dari para Guru. Kemampuan berpikir kreatif perlu dilatih
sejak dini melalui pembiasaan
secara konsisten. Hal ini ditegaskan oleh Ruseffendi (1991: 239) bahwa sifat kreatif akan tumbuh pada diri anak bila ia dilatih, dibiasakan sejak
kecil untuk melakukan eksplorasi, inkuiri, penemuan, dan pemecahan masalah.
Kemampuan
berpikir kreatif juga sangat
diperlukan bagi siswa
karena akan memudahkan dalam menemukan gagasan baru yang konstruktif
terutama pelajaran matematika
sehingga pelajaran matematika tidak lagi menjadi pelajaran yang dianggap sulit atau
ditakuti tetapi menjadi pelajaran yang menyenangkan. Yamin (2011: 11)
mengatakan bahwa keterampilan
berpikir kreatif (creative thinking) yaitu
keterampilan individu
dalam
menggunakan
proses berpikirnya
Untuk menghasilkan gagasan yang baru, konstruktif berdasarkan konsep - konsep
dan prinsip-prinsip yang
rasional maupun persepsi, dan intuisi individu.
Hasil
penelusuran dan diskusi dengan beberapa Guru matematika SD di Gudep 68 Kota
Bandung diperoleh informasi bahwa nilai ulangan harian, ulangan tengah semester
(UTS), dan ulangan akhir semester (UAS) rata-rata kelas pelajaran matematika
peserta didik SD masih berada dibawah nilai rata-rata pelajaran yang lainnya. Satu dari sekian banyak faktor penyebabnya adalah
rendahnya kemampuan berpikir kreatif siswa yang sulit dikembangkan.
Pendekatan SAVI merupakan pendekatan yang diharapkan
dapat mengatasi rendahnya kemampuan berpikir kreatif karena siswa dilibatkan secara langsung dalam
proses pembelajaran dengan memfungsikan seluruh indera dan otak. Hernowo
(2004: 13-14) mengatakan bahwa
pendekatan SAVI ini adalah semacam pendekatan dalam belajar yang jika
diterapkan secara serempak akan memfungsikan seluruh indera dan otak. Sedangkan, Suherman (2008: 7) bahwa pendekatan SAVI
adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua
alat indera yang dimiliki siswa. Jadi,
pada pendekatan SAVI siswa belajar dengan melibatkan semua alat indera yang
dimiliki siswa sehingga seluruh indera dan otak akan berfungsi dengan baik dan
diharapkan kemampuan berpikir kreatif siswa juga akan meningkat.
Sebagai contoh adalah pada saat anak membaca sebuah buku,
dia bisa mempraktekan unsur Somatisnya
(gerak raga atau tubuh) dengan duduk, berdiri, dan berjalan berlahan atau
sesekali melakukan senam ringan. Unsur Auditorinya dipraktekkan dengan cara
mendengarkan sesekali dari bacaan yang dikeraskan terutama pada kata yang
memerlukan ketelitian khusus.
Visualisasi dilakukan dengan membayangkan (menggambarkan dalam benaknya) maksud dari apa yang
dibaca
atau tujuan dari penulis. Terakhir Intelektualnya dilakukan dengan membuat
rangkuman yang dapat merangkum seluruh isi buku yang dibacanya. Dengan demikian
membaca buku dengan cara demikian akan lebih bermakna.
Berdasarkan uraian di atas,
penulis tertarik untuk mengetahui adanya peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SD melalui Pendekatan SAVI. Oleh karena itu,
penelitian kuasi eksperimen ini
berjudul,” Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SD melalui Pendekatan SAVI”.
B.
Rumusan
dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan
permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah peningkatan kemampuan berpikir
kreatif matematis
siswa SD melalui
pendekatan SAVI lebih baik daripada kemampuan berpikir kreatif yang
menggunakan pendekatan
konvensional?
C.
Tujuan
Penelitian
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis
peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SD melalui pendekatan SAVI.
D.
Pentingnya
Masalah
Dengan
diadakan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-
masukan bagi:
1. Guru
Membantu guru matematika
mencari dan menggunakan metode
pembelajaran yang
efektif dan sesuai dengan situasi dan kondisi untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kreatif matematis siswa
SD.
2. Siswa
a. Siswa terbiasa belajar dengan
pendekatan SAVI sehingga kemampuan berfikir kreatif matematis siswa SD semakin tumbuh,
terasah, dan berkembang dengan baik.
b. Siswa
dapat meningkatkan kerjasama yang baik dengan penuh rasa tanggung jawab dalam
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis sehingga proses pembelajarannya semakin berkualitas.
c. Mengoptimalkan
kemampuan yang dimiliki siswa SD dalam menumbuhkembangkan kemampuan berfikir
kreatif matematis yang
dimilikinya.
3. Bagi Peneliti
a. Untuk
mengetahui gambaran dan efektivitas pembelajaran melalui pendekatan SAVI dalam upaya meningkatkan kemampuan berfikir
kreatif matematis siswa SD.
b. Sebagai
media untuk mengaplikasikan pengetahuan dan pengalaman yang
telah didapat selama perkuliahan maupun di luar perkuliahan.
E.
Definisi Operasional
a.
Kemampuan berpikir
kreatif matematis adalah kemampuan dalam memberikan jawaban yang relevan pada pelajaran matematika
(Aspek kelancaran), menyelesaikan soal atau
masalah dengan terperinci sesuai
gagasanya (Aspek
Elaborasi), dan mampu
menerapkan konsep pada
masalah yang ada (Aspek Keluwesan).
b.
Pendekatan
SAVI adalah cara belajar yang disertai gerak fisik, berbicara,
mendengarkan, melihat, mengamati, dan menggunakan kemampuan intelektual untuk berpikir,
menggambarkan, menghubungkan, dan
membuat kesimpulan dengan baik.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A. Berpikir Kreatif
Berpikir
kreatif adalah suatu kegiatan dalam mencetuskan ide-ide yang cemerlang dan pemahaman baru yang kreatif dan
inovatif serta
mampu menentukan keputusan yang tepat. Johnson (2007: 183)berpendapat bahwa berpikir kreatif adalah
kegiatan mental yang memupuk ide-ide asli dan pemahaman – pemahaman baru.
Berpikir kreatif dan kritis memungkinkan siswa untuk mempelajari masalah secara
sistematis, menghadapi berjuta tantangan dengan cara yang terorganisasi,
merumuskan pertanyaan yang inovatif, dan merancang solusi yang orisinal.
Pada
bagian yang lain, Johnson
(2007: 214-215) mengatakan bahwa berpikir kreatif adalah
sebuah kebiasaan dari pikiran yang dilatih dengan memperhatikan intuisi,
menghidupkan imajinasi, mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan baru, membuka
sudut pandang yang menakjubkan, dan membangkitkan ide-ide yang tidak terduga. Sedangkan Evans (Nurdiana, 2011) menjelaskan bahwa berpikir kreatif
adalah suatu aktivitas mental untuk membuat hubungan-hubungan yang terus
menerus, sehingga ditemukan kombinasi yang benar atau sampai seseorang itu
menyerah.
Berdasarkan hasil rangkuman pendapat Munandar (Nurdiana,
2011:9-13) ciri-ciri seorang siswa SD memiliki kemampuan
berpikir
kreatif adalah:
a.
Keterampilan
Berpikir Lancar (Fluency)
Kemampuan yang diharapkan adalah siswa
dapat mengajukan banyak
pertanyaan, menjawab
dengan sejumlah jawaban
jika ada pertanyaan,
mempunyai banyak gagasan mengenai suatu masalah, dan
lancar mengungkapkan gagasan-gagasannya.
b.
Keterampilan
Berpikir Luwes (Flexibility)
Kemampuan yang diharapkan adalah siswa dapat memberikan
macam-macam penafsiran terhadap suatu gambar, cerita, masalah, atau alat peraga dan menerapkan
suatu konsep dengan cara yang berbeda-beda.
c.
Keterampilan
Berpikir Orisinal (Originality)
Kemampuan yang
diharapkan adalah siswa dapat mencetuskan ungkapan yang baru dan unik, memikirkan
masalah-masalah atau hal-hal yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain dan
memiliki cara berpikir yang lain dari yang lain.
d.
Keterampilan
Memperinci (Elaboration)
Kemampuan yang
diharapkan adalah siswa dapat mengembangkan suatu gagasan sederhana dan mencari
jawaban dengan melakukan langkah-langkah sesuai contoh.
e.
Keterampilan
Menilai (Evaluation)
Kemampuan yang
diharapkan adalah siswa dapat menentukan pendapat sendiri mengenai suatu hal
dan menentukan pendapat dan bertahan terhadapnya.
Yang menjadi indikator kemampuan berpikir kreatif pada
penelitian ini adalah bahwa siswa mempunyai keterampilan berpikir lancar (Fluency), keterampilan berpikir
luwes ( Flexibility),
dan
keterampilan memperinci
(Elaboration).
B. Pendekatan SAVI
Pendekatan SAVI adalah cara belajar
yang disertai gerak fisik, berbicara,
mendengarkan, melihat, mengamati, dan menggunakan kemampuan intelektual untuk berpikir,
menggambarkan, menghubungkan, dan
membuat kesimpulan
dengan baik. Metode
ini
diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah
terutama
berkenaan dengan proses berpikir kreatif matematis siswa.
Hernowo
(2004: 13-14) mengatakan
bahwa SAVI ini adalah semacam metode belajar
yang jika diterapkan secara serempak akan memfungsikan seluruh indera dan
otak. Suherman (2008: 7) menambahkan bahwa pembelajaran SAVI adalah pembelajaran yang menekankan bahwa
belajar haruslah memanfaatkan semua alat indera yang dimiliki siswa.
Pendekatan SAVI bisa juga diartikan
sebagai metode pembelajaran yang melibatkan seluruh anggota tubuh dari gerakan
tubuh, pendengaran, kemampuan membayangkan, dan mampu bersifat cendikia atau
berkait dengan kemampuan merenungkan, merumuskan, dan mengait-ngaitkan dengan memfungsikan pikiran secara baik dan
benar.
Meier
(2002: 91) berpendapat bahwa pembelajaran
tidak otomatis meningkat dengan
menyuruh orang berdiri dan bergerak kesana kemari. Akan tetapi, menggabungkan
gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan pengunaan semua indera dapat berpengaruh besar pada pembelajaran. Saya
namakan ini belajar SAVI. Unsur-unsurnya mudah diingat.
1) Somatis : Belajar dengan bergerak dan berbuat.
Belajar
somatis berarti belajar dengan indera peraba, kinestetis, praktis melibatkan
fisik dan menggunakannya serta menggerakan tubuh sewaktu belajar. Menurut
penelitian neurologis, tubuh dan pikiran bukan merupakan dua entitas yang
terpisah. Temuan mereka menunjukkan bahwa pikiran tersebar di seluruh tubuh.
Maksudnya tubuh adalah pikiran dan pikiran adalah tubuh. Keduanya merupakan
satu sistem elektris kimiawi-biologis yang benar-benar terpadu. Menghalangi
fungsi tubuh dalam belajar berarti dapat menghalangi fungsi pikiran sepenuhnya.
Oleh karena itu, untuk merangsang hubungan pikiran tubuh, harus diciptakan
suasana belajar yang dapat membuat orang bangkit dan berdiri dari tempat duduk
dan aktif secara fisik
dari waktu ke
waktu.
2) Auditori : Belajar dengan berbicara dan
mendengar.
Belajar
auditori berarti belajar dengan melibatkan kemampuan audotori (pendengaran).
Ketika telingan menangkap dan menyimpan informasi auditori, beberapa area
penting di otak menjadi aktif. Dalam merancang pembelajaran matematika yang
menarik bagi saluran auditori (pendengaran), guru bisa melakukan tindakan
seperti membicarakan materi apa yang sedang dipelajari. Siswa diharapkan mampu
mengungkapkan pendapat atas informasi yang didengarkan atas penjelasan guru.
3) Visual : Belajar dengan mengamati dan menggambarkan.
Belajar
visual adalah belajar dengan melibatkan kemampuan visual (penglihatan), dengan
alasan bahwa di dalam otak terdapat lebih banyak perangkat memproses informasi
visual daripada indera yang lain. Dalam merancang pembelajaran yang menarik
bagi kemampuan visual, seoarng guru dapat melakukan tindakan
seperti meminta siswa menerangkan kembali
materi yang sudah diajarakan,
menggambarkan proses,
prinsip, atau makna
yang dicontohkannya.
4) Intelektual : Belajar dengan memecahkan masalah dan merenung.
Belajar
intelektual berarti menunjukkan apa yang dilakukan siswa dalam pikiran mereka
secara internal ketika mereka menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu
pengalaman dan menciptakan hubungan makna, rencana, dan nilai dari pangalaman
tersebut. Belajar intelektual adalah bagian untuk merenung, mencipta,
memecahkan masalah dan membangun makna. dalam membangun proses belajar
intelektual, siswa diminta mengerjakan soal-soal dari materi yang sudah
diajarkan dan dijelaskan oleh guru. Meier (2002: 99) menambahkan bahwa intelektual adalah
pencipta makna dalam pikiran; sarana yang digunakan manusia untuk “berpikir”,
menyatukan pengalaman, menciptakan jaringan saraf baru, dan belajar.
Keempat
unsur SAVI yaitu Somatis, Auditori,
Visual, dan Intelektual harus disatukan dan dipadukan agar memberikan pengaruh
yang besar bagi peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SD.
C.
Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas maka
hipotesis yang diambil adalah: Peningkatan
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SD melalui pendekatan
SAVI lebih baik daripada kemampuan
berpikir kreatif yang menggunakan konvensional.
BAB
III
METODE
DAN PROSEDUR PENELITIAN
A.
Metode
dan Desain Penelitian
Metode
dan desain Penelitian yang
digunakan pada penelitian ini adalah metode kuasi ekaperimen dimana pengambilan sampel acaknya diabaikan
(Ruseffendi, 1994: 47) dan desain kelompok kontrol tes awal dan tes akhir. Adapun desain
penelitiannya adalah:
O X
O
O O
Keterangan:
O = tes awal dan tes akhir kemampuan berpikir kreatif
X =
pendekatan SAVI
B.
Populasi
dan Sampel Penelitian
Populasi
yang akan diambil dalam penelitian ini adalah seluruh
siswa di SD Swasta di Kota Bandung yang kemampuan berpikir kratifnya masih rendah. Subyek penelitiannya
(sampel) adalah siswa SD Sasta kelas V sebanyak dua
kelas sebagai sampel penelitian berdasarkan pertimbangan kemampuan rata-rata
siswa yang hampir sama di setiap kelasnya, kelas V sudah bisa menggunakan pendekatan SAVI, dan belum ada yang
melakukan penelitian khususnya bidang studi matematika di SD tersebut yang
menggunakan pendekatan SAVI. Salah satu
dari kelas tersebut
dijadikan sebagai kelas SAVI
sedangkan kelas yang satunya lagi sebagai kelas
kontrol.
C.
Instrumen
Penelitian
Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat soal tes
kemampuan berpikir kreatif yang digunakan untuk tes awal
dan tes akhir. Digunakannya soal yang sama untuk tes awal dan tes akhir agar dapat
melihat dan mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis sebelum dan sesudah
diberikan perlakuan.
Tipe tes yang digunakan adalah tes
tipe uraian agar mudah mengungkapkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa
SD. Melalui tes uraian, diharapkan langkah-langkah penyelesaian yang dilakukan
dan ketelitian siswa dalam menjawab dapat teramati, seperti yang diungkapkan
oleh Ruseffendi (2005: 118) menyatakan bahwa keunggulan tes tipe uraian
dibandingkan dengan tes tipe objektif ialah akan timbul sifat kreatif pada diri
siswa dan hanya siswa yang telah menguasai
materi
betul-betul
yang bisa memberikan
jawaban yang baik dan benar. Adapun untuk sistem penskoran instrumen berpikir
kreatif digunakan Pedoman Pemberian skor pada tes Bentuk Uraian menurut Sumarmo
(2011: 254).
Baik soal untuk tes awal maupun tes akhir adalah soal yang sudah
mendapat persetujuan dosen pembimbing. Hal ini dimaksudkan agar penelitian ini
validitas isinya lebih baik karena telah memenuhi syarat yang ditentukan.
Sebelum soal-soal baik pada tes
awal maupun tes akhir, soal-soal tersebut
telah diujicobakan terlebih dahulu untuk melihat validitas dan realibilitas.
Melakukan
analisis atau kriteria instrument kemampuan berpikir kreatif,
yang terdiri dari:
1)
Uji
Validitas
Untuk mengukur validitas digunakan rumus dari Pearson
(Ruseffendi,
1994:
149) yaitu:
Keterangan:
= koefisien korelasi antara variabel
dan variabel
Y = nilai
rata-rata soal-soal tes kedua peroranga
XY = perkalian nilai-nilai X dan Y perorangan
Untuk mengetahui tingkat validitas digunakan kriteria
berikut:
Tabel 3.1
Koefisien Validitas Tes
Validitas
|
Kriteria
|
|
kriteria sangat tinggi
|
|
kriteria tinggi
|
|
kriteria sedang
|
|
kriteria rendah
|
Lanjutan Tabel 3.1 Koefisien Validitas Tes
Validitas
|
Kriteria
|
|
kriteria sangat rendah
|
|
Kriteria tidak valid
|
Sumber: Suherman dan Kusumah (1990:147)
Dari hasil uji coba
instrumen, didapat nilai validitas setiap butir soal yang disajikan dalam tabel
berikut:
Tabel 3.2
Validitas Hasil Uji Coba InstrumenTes Kemampuan Berpikir
Kreatif
No Soal
|
Koefisien
Validitas
|
Kriteria
|
1
|
0,21
|
Rendah
|
2
|
0,76
|
Tinggi
|
3
|
0,47
|
Sedang
|
4
|
0,78
|
Tinggi
|
5
|
0,8
|
Sangat Tinggi
|
6
|
0,72
|
Tinggi
|
7
|
0,78
|
Tinggi
|
8
|
0,50
|
sedang
|
Uji signifikasi nilai rxy yaitu dengan
membandingkan nilai rxy dengan
nilai signifikansi (sig.) tabel yang terdapat pada lampiran. Soal memiliki
kriteria signifikan apabila nilai rxy > dari nilai Sig. tabel.
2)
Uji
Reliabilitas
Koefisien
reliabilitas menyatakan derajat reliabilitas alat evaluasi,
dinotasikan
dengan
. Rumus yang
digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas bentuk uraian dikenal dengan
rumus yaitu sebagai berikut:
Keterangan:
= koefisien reliabilitas
Untuk menentukan
tingkat atau derajat reliabilitas soal digunakan kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.3
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
KOEFISIEN RELIABILITAS
|
KRITERIA
|
0,80 <
|
Sangat
Tinggi
|
0,60 <
|
Tinggi
|
0,40 <
|
Sedang
|
0,20 <
|
Rendah
|
|
Sangat
Rendah
|
Sumber: Suherman dan Kusumah
(1990:147)
Dari hasil
perhitungan diperoleh reliabilitas 0,83 maka berdasarkan klasifikasi
reliabilitas dapat diinterpretasikan ke dalam katagori tinggi. Perhitungan
reliabilitas selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
3)
Uji
Daya Pembeda
Rumus untuk menentukan daya pembeda adalah:
Keterangan:
= rata-rata jawaban benar dari kelompok atas
Untuk menentukan
kriteria daya pembeda tiap butir soal, digunakan klasifikasi interpretasi
sebagai berikut:
Tabel 3.4
Klasifikasi
Daya Pembeda
DAYA PEMBEDA
|
KRITERIA
|
|
Jelek
|
|
Cukup
|
|
Baik
|
|
Sangat
Baik
|
Sumber: Suherman (1990: 202)
Dari hasil uji coba
instrumen, didapat nilai daya pembeda
setiap butir soal yang disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 3.5
Klasifikasi
Daya Pembeda
No
Soal
|
Daya
Pembeda
|
Kriteria
|
1
|
0,1
|
Jelek
|
2
|
0,46
|
Baik
|
3
|
0,3
|
Cukup
|
4
|
0,6
|
Baik
|
5
|
0,36
|
Cukup
|
6
|
0,68
|
Baik
|
7
|
0,6
|
Baik
|
8
|
0,9
|
Sangat Baik
|
4)
Uji
Indeks Kesukaran
Tingkat kesukaran menunjukkan apakah butir soal tergolong
sukar, sedang, atau mudah. Untuk menentukan tingkat kesukaran butir soal
digunakan rumus:
Dengan:
= rata-rata jawaban benar dan
= Skor Maksimum Ideal
Untuk menentukan
tingkat atau indeks kesukaran soal, digunakan klasifikasi interpretasi sebagai
berikut:
Tabel 3.6
Klasifikasi Indeks Kesukaran Soal
INDEKS KESUKARAN
|
KRITERIA
|
|
Sangat
Sukar
|
|
Sukar
|
|
Sedang
|
|
Mudah
|
|
Sangat
Mudah
|
Sumber: Suherman (1990: 213)
Dari hasil uji coba
instrumen, didapat nilai indek kesukaran
setiap butir soal yang disajikan dalam tabel berikut
Tabel 3.7
Klasifikasi Indeks Kesukaran Soal
No Soal
|
Indeks Kesukaran
|
Kriteria
|
1
|
0,76
|
Mudah
|
2
|
0,56
|
Sedang
|
Lanjutan Tabel 3.7 Klasifikasi Indeks Kesukaran Soal
No Soal
|
Indeks Kesukaran
|
Kriteria
|
3
|
0,41
|
Sedang
|
4
|
0,6
|
Sedang
|
5
|
0,4
|
Sedang
|
6
|
0,3
|
Sukar
|
7
|
0,32
|
Sedang
|
8
|
0,35
|
Sedang
|
Berdasarkan klasifikasi indek kesukaran pada tabel 3.7
diperoleh bahwa soal nomor 1 tergolong mudah, soal nomor 2, 3, 4, 5, 7, dan 8
tergolong soal yang sedang dan soal nomor 6 tergolong sukar. Dari kedelapan
soal kemudian dipilih 6 soal yang untuk dijadikan soal tes awal dan tes akhir
kelompok instrumen dan kelompok kontrol yaitu soal nomor 2, 3, 4, 5, 7, dan 8.
D.
Prosedur
Penelitian
Prosedur penelitian ini terdiri
dari tiga tahapan yaitu:
1.
Tahapan Persiapan
Langkah-langkah akan dilakukan pada tahapan persiapan
ini adalah:
a.
Identifikasi permasalahan.
b.
Membuat proposal
penelitian.
c.
Mengadakan seminar
proposal penelitian.
d.
Melakukan perizinan
tempat untuk penelitian.
e.
Membuat instrument
penelitian.
f.
Membuat RPP.
g.
Melakukan uji
coba instrument
penelitian.
Uji coba ini dilakukan
terhadap subyek
lain di luar subyek penelitian.
h.
Melakukan analisis atau
kriteria instrument kemampuan
berpikir kreatif.
2.
Tahap
Pelaksanaan
Langkah-langkah yang akan
dilakukan dalam tahap ini adalah:
a.
Memberikan
tes awal pada kelas kontrol maupun
kelas eksperimen.
b.
Melaksanakan
kegiatan pembelajaran di kelas kontrol menggunakan.
c.
pembelajaran
dengan cara biasa dan pembelajaran di kelas eksperimen.
d.
menggunakan
pendekatan SAVI.
e.
Memberikan
tes akhir pada kedua kelas tersebut.
3.
Tahap
Akhir
Pada tahap ini akan dilakukan pengkajian dan analisis terhadap
penemuan-penemuan penelitian serta melihat peningkatan kemampuan berpikir
kreatif matematis siswa yang akan diukur. Selanjutnya dibuat kesimpulan
berdasarkan
data yang diperoleh dan menyusun laporan penelitian.
E.
Teknik Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari hasil pretes dan postes akan dianalisis untuk menguji hipotesis yang
diajukan dan akan diolah dengan menggunakan SPSS 19.0 for
Windows dengan langkah sebagi berikut:
1.
Menghitung
rata-rata, varians, dan simpangan baku data hasil tes awal dari
kelas eksperimen dan kelas kontrol.
2.
Melakukan
uji normalitas dari
data hasil pretes kelas savi, kelas kontrol
Dan Gain dengan uji Kolmogorof-Smirnov dengan taraf signifikansi 5%.
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data
sampel dari kedua kelompok berdistribusi normal atau tidak. Bila sampel tidak
normal maka dilakukan uji Mann-Whitney.
3.
Melakukan
pengetesan homogenitas dengan uji F. Uji
homogenitas untuk mengetahui apakah varian populasi data adalah sama atau
tidak.
4.
Menguji
perbedaan 2 rata-rata dengan uji T 2 sampel bebas (Independent Sampel T Test) pada data pretes dan Gain. Uji
perbedaan 2 rata-rata dimaksudkan untuk menguji apakah ada
perbedaan antara kelompok
kontrol dengan kelompok eksperimen
sampel yang bebas.
5.
Mengolah
Data Kualitas Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif diperoleh dari indeks gain. Rumus untuk menentukan indeks
gain menurut Meltter (Putra, 2009: 36) sebagai berikut:
Sedangkan kriteria indeks gain menurut Hake (Putra, 2009:
36) adalah sebagai berikut.
Tabel 3.8
Klasifikasi
Indeks Gain
Gain
|
Kriteria
|
|
Tinggi
|
|
Sedang
|
|
Rendah
|
Sumber: Hake (Putra, 2009: 36)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
A. Hasil
Penelitian
Yang menjadi fokus utama
dalam penelitian ini adalah untuk melihat adanya peningkatan kemampuan berpikir
kreatif matematik siswa SD setelah mendapat perlakuan dengan menggunakan
pendekatan SAVI.
Adapun hasil dari pretes,
postes, dan gain kesemuanya tersaji pada tabel 4.1 sebagai berikut:
Tabel 4.1
Rekapitulasi Tes
Kemampuan Berpikir Kreatif
Hasil
Perlakuan
|
SAVI
n
= 27
|
Konvensional
n
= 27
|
|
Pretes
SMI = 30
|
|
10,67
(35,57%)
|
9,70
(32,33%)
|
S
|
2,05
|
1,66
|
|
Postes
SMI = 30
|
|
22,63
(75,43%)
|
20,44
(68,13%)
|
S
|
2,90
|
3,68
|
|
Gain
SMI = 1,00
|
|
0,62
(62%)
|
0,53
(53%)
|
S
|
0,15
|
0,18
|
Sumber: Diadopsi dari data SPSS 19.
Interpretasi Tabel 4.1
adalah nilai rata-rata untuk pretes kelas SAVI maupun kelas kontrol nilai
rata-rata terlihat masih rendah dan perbedaannya hanya sedikit sekali. Hal ini
karena kedua kelas belum mendapatkan perlakuan dalam belajar. Setelah dilakukan
perlakuan dalam belajar dengan menggunakan pendekatan SAVI dan cara
konvensional diperoleh peningkatan rata-rata yang cukup signifikansi. Sedangkan
untuk nilai Gain baik pada kelas SAVI maupun kelas Kontrol mempunyai nilai
intrepestasi sedang. Artinya bahwa ada peningkatan perbedaan rata-rata
kemampuan berpikir kreatif.
Kemudian bila dilihat
dari nilai rata-rata postes kelas SAVI lebih baik dibandingkan dengan nilai
rata-rata kelas konvensional setelah mendapatkan perlakuan. Ini berarti bahwa peningkatan
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SD melalui pendekatan SAVI lebih
baik daripada kemampuan berpikir kreatif yang menggunakan pendekatan
konvensional.
Akan tetapi hipotesis di atas perlu diuji secara
statistik agar lebih jelas dan lebih akurat hasil pengujian hipotesisnya.Untuk itu maka harus dilakukan pengujian
sebagai berikut:
1) Uji
normalitas pretest, postest, dan gain kemampuan
berpikir kreatif
Untuk mengetahui uji normalitas pretest, postes dan
gain digunakan SPPS 19 dengan menggunakan statistik Shapiro-Wilk dan
taraf signifikansi 5%. Hasilnya terlihat pada Tabel
4.2 sebagai berikut:
Tabel
4.2
Uji Normalitas Pretes dan Gain
|
||||||
|
Kolmogorov-Smirnova
|
Shapiro-Wilk
|
||||
Statistic
|
Df
|
Sig.
|
Statistic
|
df
|
Sig.
|
|
pretes
SAVI
|
,183
|
27
|
,021
|
,965
|
27
|
,478
|
pretes
Konvensional
|
,163
|
27
|
,062
|
,964
|
27
|
,448
|
gain
SAVI
|
,122
|
27
|
,200*
|
,964
|
27
|
,445
|
gain
Konvensional
|
,176
|
27
|
,032
|
,904
|
27
|
,016
|
Sumber: Diadopsi dari data SPSS 19.
Interpretasi
Tabel 4.2 adalah dengan uji Shapiro-Wilk,
data dinyatakan normal
jika Signifikansi lebih besar 0,05. Ternyata
nilai
signifikansi pretes kelas SAVI, kelas
konvensional dan Gain SAVI lebih
besar dari 0,05. Dengan demikian sampel kelas SAVI dan kelas konvensional
berdistribusi normal untuk selanjutnya akan dilanjutkan dengan uji homogenitas. Pada nilai gain SAVI juga signifikansinya lebih dari 0,05
artinya gain kelas SAVI berdistribusi normal. Sedangkan gain konvensional nilai signifikansinya kurang dari 0,05
maka gain kelas konvensional tidak
berdistribusi normal sehingga untuk gain kelas
konvensional dilanjutkan ke uji
statistik nonparametrik Mann-Whitney.
2)
Uji Homogenitas
Pretes Kemampuan berpikir Kreatif
Uji homogenitas dimaksudkan untuk
melihat apakah varians sampel kelas SAVI dan kelas konvensional sama atau
tidak. Untuk pengujian
homogenitas varians dilakukan pada pretes kelas SAVI dan kelas konvensional dengan
hipotesis sebagai berikut:
Ho :
=
Ha :
Kriteria: Jika nilai sig. > 0,05 maka Ho diterima.
Jika nilai sig. < 0,05 maka Ho ditolak.
Dengan menggunakan
Uji varian
satu jalan (One Way ANOVA) diperoleh
hasil sebagai berikut:
Tabel
4.3
Uji Homogenitas Varian pretes
Test of Homogeneity of Variances
|
|||
Nilai
|
|||
Levene Statistic
|
df1
|
df2
|
Sig.
|
1,104
|
1
|
52
|
,298
|
Nilai
|
|||||
|
Sum of Squares
|
df
|
Mean Square
|
F
|
Sig.
|
Between Groups
|
12,519
|
1
|
12,519
|
3,584
|
,064
|
Within Groups
|
181,630
|
52
|
3,493
|
|
|
Total
|
194,148
|
53
|
|
|
|
Sumber:
Diadopsi dari data SPSS 19.
Interpretasi
Tabel 4.3 adalah
dengan menggunakan Uji varian satu jalan ternyata diperoleh nilai sig > 0,05. Berdasarkan kriteria homogenitas di atas, ini berarti
bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan demikian, kedua sampel pretes kelas
SAVI dan Kelas konvensional memiliki varians yang sama.
3) Uji
Perbedaan Rerataan Pretes Kemampuan Berpikir Kreatif.
Untuk
menguji rerataan pretes kemampuan berpikir kreatif kelas SAVI maupun kelas
konvensional digunakan uji Independent
Samples T Tes yang digunakan untuk menguji apakah ada perbedaan rata-rata
nilai antara sampel kelas SAVI dengan kelas konvensional.
Hipotesisnya
adalah:
Ho : tidak ada perbedaan
rata-rata nilai kelas SAVI dan kelas konvensional
Ha : ada perbedaan rata-rata
nilai kelas SAVI dan kelas konvensional
Kriteria pengujian: Ho diterima
jika nilai sig. > 0,05
Ho
ditolak jika nilai sig. < 0,05
Dengan
menggunakan uji Independent Samples T Tes
diperoleh tabel 4.4 berikut ini:
Tabel 4.4
Uji Signifikansi Perbedaan
Rata-rata Pretes
|
Levene's Test for Equality of
Variances
|
||
F
|
Sig.
|
||
nilai
|
Equal variances assumed
|
1,104
|
,298
|
T
|
df
|
Sig. (2-tailed)
|
Mean Difference
|
Std. Error Difference
|
95% Confidence Interval of the
Difference
|
|
Lower
|
Upper
|
|||||
1,893
|
52
|
,064
|
,963
|
,509
|
-,058
|
1,984
|
Sumber:
Diadopsi dari data SPSS 19.
Dari
tabel 4.4 di atas diperoleh nilai sig. (2-tailed) lebih besar dari 0,05 .
Berdasarkan kriteria pengujian dan dengan menggunakan tingkat signifikansi 0,05
maka diperoleh hasil bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Ini berarti bahwa tidak
ada perbedaan rata-rata nilai kelas SAVI dan kelas konvensional secara
signifikan.
4) Uji
Mann-Whitney Gain
Untuk menguji apakah (peningkatan
kemampuan
berpikir kreatif
matematis siswa SD melalui pendekatan
SAVI lebih baik daripada peningkatan kemampuan berpikir kreatif yang
menggunakan pendekatan konvensional, maka digunakan
uji non parametrik dengan uji Mann-Whitney.
Hasilnya dapat terlihat pada tabel 4.5
berikut:
Tabel 4.5
Output Uji Mann-Whitney Data
Gain
Ranks
|
||||
|
Kelas
|
N
|
Mean Rank
|
Sum of Ranks
|
Gain
|
SAVI
|
27
|
32,70
|
883,00
|
Konvensional
|
27
|
22,30
|
602,00
|
|
Total
|
54
|
|
|
Test Statisticsa
|
|
|
Gain
|
Mann-Whitney U
|
224,000
|
Wilcoxon W
|
602,000
|
Z
|
-2,432
|
Asymp. Sig. (2-tailed)
|
,015
|
Sumber: diambil dari data
SPSS 19.
Hipotesis
dalam pengujian ini adalah:
Ho :
=
(peningkatan kemampuan
berpikir kreatif
matematis siswa
SD melalui pendekatan SAVI sama dengan peningkatan kemampuan
berpikir kreatif yang menggunakan pendekatan konvensional).
Ha
:
>
(peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SD
melalui pendekatan SAVI
lebih baik daripada
peningkatan
kemampuan berpikir kreatif yang menggunakan pendekatan
konvensional).
Dengan
kriteria pengujian: Ho diterima jika sig. > 0,05 dan Ha
ditolak.
Ho
ditolak jika sig. < 0,05 dan Ha diterima.
Dari tabel 4.5 terlihat bahwa Sig. (2-tailed) lebih kecil dari 0,05, dengan demikian berdasarkan
kriteria pengujian maka Ho ditolak.
Ini berarti bahwa peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SD melalui pendekatan SAVI
lebih baik daripada
kemampuan berpikir
kreatif yang menggunakan pendekatan konvensional.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SD melalui pendekatan SAVI dan
pendekatan SAVI ini lebih baik daripada pendekatan konvensional. Hal ini karena
siswa dilatih berpikir kreatif dengan cara menggabungkan keempat unsur-unsur
dalam SAVI yaitu belajar dengan bergerak dan berbuat (Somatis), belajar dengan
berbicara dan mendengar (Auditori), belajar dengan mengamati dan menggambarkan
(Visualisasi), dan belajar dengan memecahkan masalah dan merenung
(Intelektual).
Bila
keempat unsur SAVI tersebut bisa diterapkan dengan baik pada saat pembelajaran
maka seluruh indera dan otak dari siswa akan bekerja lebih optimal. Sehingga,
siswa dapat mengerti dengan baik materi
dipelajarinya. Hernowo (2004: 14) mengatakan bahwa SAVI ini adalah semacam
metode pembelajaran yang jika diterapkan
serempak akan memfungsikan
hampir seluruh indera dan
otak.
Berikut
ini beberapa foto aktivitas siswa selama proses belajar dengan menggunakan
pendekatan SAVI:
a. Pembelajaran
Somatis terlihat pada gambar 4.1 dan gambar 4.2 berikut:
Gambar 4.1
Siswa belajar
dengan bergerak mengamati kelompok lain
Gambar 4.2
Siswa belajar
dengan berbuat mengamati bangun pada rangka kubus
b. Pembelajaran
Auditori terlihat pada tabel 4.3 berikut:
Gambar 4.3
Siswa
belajar berbicara mengemukakan pendapat
dan
mendengarkan pendapat siswa lainnya
c. Pembelajaran
Visualisasi terlihat pada gambar 4.4 dan gambar 4.5 berikut:
Gambar 4.4
Siswa
belajar memperinci sifat-sifat balok
dengan
mengamati rangka balok
Gambar 4.5
Siswa
belajar dengan menggambar kubus dari hasil pengamatan
pada
rangka kubus
d. Pembelajaran
Intelektual terlihat pada gambar 4.6 berikut:
Gambar 4.6
Siswa
belajar menerangkan hasil pemecahan masalah
yang
dihadapi kelompoknya
Pada
pembelajaran dengan metode SAVI siswa lebih aktif bertanya, mengemukakan
pendapat, memberikan tanggapan, dan mampu memberikan penjelasan dalam pemecahan
masalah yang dihadapinya karena seluruh kemampuan indera dan otak benar-benar
dipergunakan dengan baik
Sedangkan
aktivitas siswa yang proses pembelajarannya dengan menggunakan pendekatan
konvensional siswa kurang aktif berperan. Hal ini karena sumber ilmu sebagian
besar berasal dari guru dan yang aktif hanya mereka dari siswa yang mengerti saja.
Proses pembelajaran konvensional dapat terlihat
seperti pada gambar 4.7 dan
gambar 4.8 berikut ini:
Gambar 4.7
Siswa sedang mencatat penjelasan guru
Gambar 4.
Siswa sedang berlatih
menyelesaikan soal-soal dari guru
Siswa yang kreatif akan memiliki banyak terobosan
dalam pemikirannya dan terkadang imajinasinya jarang dipikirkan orang lain.
Harsanto (2005: 63) berpendapat bahwa
berpikir kreatif mengajak Anda
untuk melepaskan diri dari
pola
umum yang sudah terpatri dalam ingatan.
Ini berarti bahwa berpikir
kreatif
selalu
mencoba cara baru yang inovatif dan bermakna.
Berdasarkan rumusan masalah pada penelitian ini, bahwa
peneliti ingin melihat apakah peningkatan
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SD melalui pendekatan SAVI lebih
baik daripada kemampuan berpikir kreatif yang menggunakan pendekatan
konvensional, maka yang dianalisis adalah gain ternormalisasi pretes dan gain
ternormalisasi postes untuk kelas SAVI dan kelas kontrol. Dari Gain
ternormalisasi yang didapat pada hasil pretes dan postes, untuk kelas SAVI
mengalami peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis, dan pendekatan SAVI
memberikan pengaruh yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan kelas
kontrol. Hal ini dapat dilihat dari
rata-rata skor gain
ternormalisasi
siswa kelas SAVI maupun kelas kontrol.
Berdasarkan
dari kesimpulan uji normalisasi gain, diperoleh bahwa penggunaan pendekatan
SAVI mampu membedakan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas SAVI
(eksperimen) dan kelas kontrol. Sehingga sebagai kesimpulan akhir bahwa
hipotesis terpenuhi yaitu kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SD melalui
pendekatan SAVI lebih baik dari pada kemampuan berpikir kreatif yang
menggunakan konvensional.
Berdasarkan
pengamatan penulis di lapangan kelebihan pendekatan SAVI adalah:
1.
Siswa menjadi lebih aktif
dalam bekerjasama dan diskusi sehingga mampu menghasilkan ide-ide yang kreatif
dalam menjawab setiap soal yang diberikan.
2.
Memberikan peluang yang
luas bagi siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif saat
pembelajaran berlangsung.
3.
Memupuk siswa dalam
pengembangan intelektual dan emosional sehingga siswa mempunyai kepercayaan
diri yang tinggi akan kemampuannya.
C.
Hambatan
dalam Penelitian
Hambatan yang dialami peneliti dalam menerapkan
pendekatan SAVI adalah pada awalnya siswa mengalami kesulitan dalam
mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya untuk mencari, memahami, dan
merumuskan konsep kubus dan balok. Kesulitan tersebut dikarenakan mereka tidak
terbiasa dengan proses belajar mengajar dengan pendekatan SAVI dan masih
merupakan hal baru bagi mereka. Akan tetapi, setelah diberikan penjelasan
akhirnya siswa dapat melaksanakannya dengan baik dan mereka merasa senang.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Mengacu pada rumusan permasalahan
pada penelitian ini diperoleh hasil
kesimpulan bahwa peningkatan kemampuan
berpikir kreatif matematis siswa SD melalui pendekatan SAVI lebih baik daripada
kemampuan berpikir kreatif yang menggunakan pendekatan konvensional.
B. Saran-saran
Berdasarkan hasil
penelitian ini, maka ada beberapa saran sebagai berikut:
1.
Hendaknya pendekatan SAVI dijadikan pendekatan
pembelajaran alternatif dalam proses kegiatan belajar mengajar pada topik-topik
terpilih.
2.
Untuk implementasi pendekatan SAVI yang lebih efektif
pada siswa SD hendaknya dilakukan dengan
penuh kesabaran, memberikan penjelasan dan pengarahan kepada siswa dengan
bahasa yang mudah dimengerti, memberikan kebebasan belajaran sesuai dengan
rambu-rambu pendekatan SAVI yang telah ditentukan, menghargai setiap pendapat
siswa, menggunakan media belajar yang sesuai, dan setiap siswa harus memahami
setiap langkah pada pendekatan SAVI yang diterapkan.
3.
Kepada
para pembaca semoga penelitian ini bermanfaat dan ada kelanjutan dari
penelitian ini karena penelitian yang dilakukan di SD masih minim sekali.
Harapan agar penelitian ke depan bisa lebih baik dan berkembang lebih luas lagi dan bisa
dijadikan sebagai rekomendasi bagi penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian. Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Hernaki & DePorter. (2003). Quantum Learning. Membiasakan Belajar
Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa PT. Mizan Pustaka.
Hernowo. (2004). Bu Slim & Pak Bill. Bandung: Mizan
Learning Center (MLC).
Harsanto, R. (2005). Melatih Anak Berpikir ANALISIS, KRITIS, DAN
KREATIF. Jakarta: Grasindo.
Johnson, E. B. (2007). Contextual Teaching & Learning.
Bandung: Mizan Learning Center (MLC).
Meier, D. (2002). The Accelerated
Learning. Bandung: Kaifa PT. Mizan Pustaka.
Munandar, U. (1999). Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak
Sekolah. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Putra, A. P. (2009). Penggunaan Model Pembelajaran Van Hiele
Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Geometri Siswa SMP Dalam Tahap Pengurutan
(Penelitian Eksperimen Terhadap Siswa Kelas IX SMP Negeri 3 Lembang).
Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI: Tidak Diterbitkan.
Riyanto, Y. (2010).Paradigma Baru Pembelajaran sebagai
Referensi Bagi Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan
Berkualitas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Ruseffendi, E. T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung:
Tarsito.
Ruseffendi, E. T. (2005). Dasar-dasar
Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Penerbit
Tarsito.
Sanjaya, W. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group.
Sugijono, (2002). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
Rajagrafindo Persada.
Suherman, E. & Kusumah, Y. S.
(1990). Petunjuk Praktis untuk
Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah 157.
Sumarmo, U.
(2010). Seminar Nasional Pendidikan Matematika
STKIP Siliwangi Bandung. Pembelajaran Matematika
Berbasis Karakter. Bandung:
STKIP Siliwangi Bandung.
Yamin, M.
(2011). Paradigma Baru Pembelajaran.
Jakarta: Gaung Persada (GP).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar